Diduga, APMA & Paguyuban Patok Pedagang Bayar 10 Juta
Bangun Lapak di Terminal Mardika
AMBON, Siwalimanews – Diduga, Asosiasi Pasar Mardika (APMA) dan paguyuban terminal A1 dan A2 mematok pedagang di Pasar Mardika untuk membayar Rp 10 juta untuk membangun kembali lapak didalam terminal Pasar Mardika.
Padahal lapak-lapak tersebut telah dibongkar pada Rabu (8/2) dan rencananya akan dibangun kembali jika 300 pedagang bisa membayar Rp 10 juta per lapak.
Salah satu pedagang, Husri mengaku, pihaknya dipatok untuk harus membayar Rp 10 juta untuk membangun kembali lapak namun karena ada keberatan dari para pedagang sehingga diturunkan lagi menjadi Rp 9 juta per lapak.
“Yang kami ketahui, pembangunan lapak bagi pedagang itu dibiayai oleh APBD bukan dari pedagang, kecuali jika lapak tersebut sudah dibangun sehingga harus ada kompensasi dari pedagang untuk membayar tapi ini belum dibangun sudah patok kami harus membayar Rp 9-10 juta,” tandas Husri, kepada wartawan, di Ambon, Sabtu (4/2).
Husri menuturkan, awalnya APMA bersama Paguyuban menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Maluku telah memberikan kewenangan sepenuhnya kepada PT Bumi Perkasa Timur dan APMA untuk mengelola seluruh aset Provinsi Maluku di Kawasan Pasar Mardika sehingga mereka bebas membongkar dan membangun ulang lapak-lapak pedagang sesuai keinginan mereka.
Baca Juga: Bentrok Tual Kembali Pecah, 20 Warga Luka, Kapolda: Kejar & Tangkap Pelaku“Jika memang benar maka dimanakah janji ibu Widya Murad Ismail saat menghadiri kegiatan Gerakan Seribu Menyapu pada saat hari ulang tahun Kota Ambon tahun 2022 kemarin dimana beliau menyampaikan bahwa terminal mardika tidak akan dilakukan pembongkaran sampai tahun 2024 nanti,” ujarnya.
Husri juga mempertanyakan, benarkah dalam pengelolaan aset Provinsi Maluku di kawasan Mardika sepenuhnya sudah diberikan kepada PT Bumi Perkasa Timur dan APMA sehingga sudah menjadi kepurusan yang tidak bisa dibantah lagi ?.
“Apakah pembongkaran dan rencana pembangunan kembali lapak pedagang ini benar-benar program dari pemerintah provinsi dan Kota Ambon sehingga melalui ketua APMA Alham Valeo dan ketua Paguyuban La Gonsa Achmad sudah disetujui bersama dari Rp10 juta kemudian diturunkan menjadi Rp 9 juta taukah itu hanya pungli dari APMA dan paguyuban untuk memperkaya diri sendiri ?,” tegasnya.
Jika itu adalah pungli dan pemerasan maka sudah melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor pasal 2 dan pasal 3.
Dirinya mempertanyakan, jaminan apa yang diberikan jika pedagang menyetor uang Rp 9 juta itu, apakah benar-benar akan dibangun lapak ataukah hanya sebagai pungli.
“Jujur kami mau sampaikan bahwa para pedagang di Terminal Mardika itu diintimidasi. Mereka mengirim preman-preman untuk mengintimidasi pedagang agar segera membayar uang tersebut karena jika tidak membayar maka tidak bisa berjualan di Kawasan Terminal Mardika,” cetusnya.
Lucunya, kata Husri, jika pembangunan lapak pedagang itu akan dilakukan kenapa harus melalui APMA dan paguyuban.
“Kok, bisa. Kebijakan pemerintah diatur oleh asosiasi seakan-akan pemerintah sudah tidak punya kewenangan lagi, sebenarnya pemerintah harus jeli melihat persoalan ini,” pintanya.
Husri meminta perhatian Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena untuk segera mengambil langkah tegas, karena informasi yang beredar jika APMA dan Paguyuban ini dibacking oleh oknum-oknum tertentu di Pemkot Ambon. (S-08)
Tinggalkan Balasan