Istilah lockdown menjadi populer dan ramai menjadi perbincangan publik. Tak hanya di media massa koran, online dan elektronik, tetapi juga di media sosial. Tak kerkecuali di Maluku.

Tuntutan sejumlah kalangan agar Provinsi Maluku menerapkan lockdown disampaikan sebagai respons terhadap bertambahnya kasus positif corona, baik dari hasil rapid test atau tes cepat maupun hasil uji spesimen dari laboratorium. Hingga Minggu 12 April 2020 orang yang terkonfirmasi positif terpapar virus mematikan itu.

UU Kekarantinaan Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan memungkinkan sebuah wilayah di-lockdown dengan berbagai pertimbangan. Namun, pengarantinaan sebuah wilayah bukan kewenangan kepala daerah, melainkan menteri. Ada empat jenis karantina, yaitu Karantina Rumah, Karantina Wilayah, Karantina Rumah Sakit dan Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan.

Presiden Joko Widodo telah memilih opsi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai  upaya untuk mencegah penyebaran virus corona. Tentu dengan berbagai pertimbangan. Tak lama kemudian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB diterbitkan. DKI adalah provinsi yang pertama memberlakukan PSBB, setelah disetujui oleh Menteri Kesehatan. Beberapa daerah juga sementara mengusulkan PSBB diantaranya Kota Bogor, Depok dan Bekasi.

Pemerintah Provinsi Maluku dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga  sementara mengkaji penerapan PSBB untuk memutus rantai penyebaran virus corona di Maluku. Pengkajian dilakukan dari berbagai aspek sesuai yang atur PP Nomor 21 Tahun 2020.

PP Nomor 21 tahun 2020 tentang PSBB mengatur tentang syarat untuk pemberlakuan PSBB di satu wilayah. Pasal 1 PP ini  menyatakan, dalam peraturan pemerintah ini dimaksudkan dengan PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Covid-19 sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Covid-19.

Selanjunya Pasal 3 menjelaskan, PSBB harus melalui kriteria sebagai berikut; a) jumlah kasus dan atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah. b) terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.

Kemudian Pasal 4 menyebutkan, PSBB paling sedikit meliputi; a) peliburan sekolah dan tempat kerja, b) pembatasan kegiatan keagamaan, c) pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Selanjutnya Pasal 6 menegaskan, pemberlakukan PSBB disusulkan oleh gubernur, bupati, walikota kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang kesehatan.

DPRD Maluku setuju jika PSBB diterapkan di Maluku. Tetapi  para bupati dan walikota tak setuju. Mereka sepakat untuk memperketat pengawasan terhadap orang masuk ke Maluku melalui pelabuhan maupun bandara udara.

Memang pemberlakuan PSBB harus dikaji secara matang. Sebab, butuh kesiapan daerah, utamanya soal anggaran. Apakah anggaran daerah siap untuk menyuplai bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak?. Menangani puluhan orang yang dikarantina di gedung-gedung yang sudah disiapkan saja, muncul masalah. Lalu bagaimana memberikan bantuan sosial bagi ribuan orang?  Lalu apakah masyarakat juga siap untuk diterapkan PSBB? Jadi butuh kajian yang matang, bukang sekedar berkoar-koar.

Kuncinya butuh kesadaran kita bersama untuk mencegah penyebaran virus corona. Ikuti anjuran pemerintah. Tetap di rumah, menjaga jarak dan menjaga kebersihan. (*)