AMBON, Siwalimanews – Kapolda Maluku, Irjen Lotharia Latif  diminta untuk menarik ajudan Gubernur Maluku, I Ketut Ardana karena dinilai tidak memahami atu­ran jurnalis

Sebagai seorang anggota Polri, I Ketut dinilai telah mencoreng ins­titusi kepolisian yang dengan me­rampas dan menghapus hasil liputan wartawan Molluca TV yang meliput demonstrasi mahasiswa Kecamatan Batubual saat kunjungan Gubernur Maluku, Murad Ismail ke kabupaten tersebut, Sabtu (9/7).

Tindakan ajudan tersebut jelas-jelas melanggar Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya BAB II pasal keseluruhan dari pasal 2- 6. Dan BAB III pasal 8.

“Khusus di pasal ini, jelas tertulis, bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Artinya, bukan sebaliknya  seorang ajudan yang adalah anggota Kepolisian, justru melakukan tindakan seperti itu kepada wartawan yang melekat pada dirinya profesi yang notabene harus dilindungi, bukan malah karya jurnalisnya dihilangkan,” ungkap mantan Ketua Ikatan Maluku Media Center, Vonny Litamahuputty kepada Siwalima, Selasa (13/7).

Kata wartawan senior ini, selain tindakan ajudan itu juga  bertentangan dengan Undang-undang ITE Nomor 11 Tahun 2008. BAB III Pasal 5 ayat (2), pasal 6, 7. Karena itu, dirinya mendesak Kapolda Maluku untuk tidak tinggal diam tetapi segera panggil yang bersangkutan dan dimintai pertanggungjawabannya bila perlu tarik dirinya sebagai ajudan karena tidak paham aturan.

Baca Juga: Proyek Air Baku Mubasir,  Penegak Hukum Jangan Diam

“Ini semoga bisa dimaknai oleh setiap warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Dan jika benar ajudan itu dari Polda Maluku, saya berharap Kapolda Maluku juga jangan diam, segera panggil anggotanya itu untuk dimintai pertangungjawaban atas perbuatannya,” tegas Litamaputty

Vonny juga mendukung langka rekan-rwkan Jurnalis Ambon maupun Maluku yang berada dibawah naungan AJI Ambon dan IJTI Maluku, yang memproses kasus tersebut ke rana hukum.

Namun dia mengingatkan, bahwa sebagai sesama rekan seprofesi, agar persoalan tersebut dapat ditindak­lanjut secara profesional sesuai aturan dan UU yang berlaku, hingga tuntas dan jangan hanya menggertak saja.

“Jika teman-teman ingin melanjut­kan ke proses hukum, lakukan saja selama semua sesuai dengan keten­tuan yang berlaku. Itu agar menjadi pembelajaran bagi setiap orang agar berhati-hati dalam bersikap,” ujarnya.

Sementara terkait persoalan dimak­sud, Vonny juga meminta organisasi profesi wartawan, seperti PWI, agar melaporkan masalah ini ke Dewan Pers.

“PWI Maluku juga harus meng­suport teman-teman yang sedang mengalami persoalan seperti ini. IJTI Maluku juga harus segera ambil langkah terkait masalah ini,” katanya.

Tak Paham

Sementara itu, pimpinan redaksi Harian Suara Maluku, Novi Pinantoan menilai tindakan ajudan yang menghapus liputan wartawan Malluca TV adalah “buta” terhadap tugas dan fungsi Pers atau wartawan.

Hal ini lanjutnya, tentu sangat disesalkan, karena ajudan gubernur dan Penjabat Buru, sebagai pen­damping Gubernur dan pejabat publik, mestinya harus tahu dan paham, bahwa pers atau wartawan bekerja berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Nasional.

Dimana Bab 1 pasal 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 berbunyi “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komuni­kasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia

Dimana tugas wartawan, adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.

“Kemudian di BAB II tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban dan Peranan Pers, pada pasal 2 disebutkan, kemerdekaan Pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Dan pasal 3 nya dijelaskan, Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Itu jelas,”tururnya.

Dikatakan, pada pasal 4 juga disebutkan, bahwa  kemerdekaan Pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Terhadap Pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembre­delan atau pelarangan penyiaran.

Dan untuk menjamin kemerdekaan Pers, maka Pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Sedangkan di pasal 6, Pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta meng­hormati kebhinekaan, mengem­bangkan pendapat umum berdasar­kan informasi yang tepat, akurat, dan benar; melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; serta memperjuangkan ke­adilan dan kebenaran.

“Kemudian di BAB III tentang wartawan, di pasal 8 dijelaskan, war­tawan dalam melaksanakan profesi­nya, wartawan mendapat perlindu­ngan hukum. Sedangkan di BAB VIII tentang ketentuan pidana pada pasal 18 dijelaskan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau mengha­langi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah),”jelasnya.

Dengan ini, maka sesuai UU Nomor 40 Tahun 1999, sudah jelas, bahwa Wartawan dalam bekerja, dilindungi oleh UU. Karena itu, seharusnya semua pihak paham dan jangan sok kuasa.

“Jelas ajudan Gubernur Maluku dan penjabat Bupati Buru keliru dan dapat diproses hukum. Pers itu mitra pemerintah. Fungsinya kontrol. Jangan alergi pers seperti orde lama atau orde baru. Sekarang orde reformasi dan informasi. Ubahlah pola pikir usang itu,”tandasnya

Minta Tarik

Sementara itu, wartawan di Kabu­paten Buru meminta Kapolda Maluku menarik I Ketut Wardana sebagai ADC Gubernur Murad Ismail, karena sebagai seorang anggota polisi oknum itu telah melakukan tindakan perampasan HP wartawan Molucas TV saat meliput kunjungan kerja Gubernur di Namlea, Kabupaten Buru, Sabtu lalu (9/7/2022).

“Kami meminta pak kapolda agar menarik I Ketut Wardana sebagai ajudan pak Gubernur Maluku, karena sebagai seorang anggota polisi ia telah menghalangi rekan-rekan saat meliput di lapangan,” pinta jurnalis TVOne, Sutarsih, Selasa (12/7)

Menurut Sutarsih, tindakan ajudan  gubbernur, menghapus sebagai bentuk intimidasi yang tidak sepatutnya dilakukan oleh I Ketut Wardana.

Tindakan ini bertentangan Pasal 4 ayat 3 Undang-Undang Nomor: 40 tahun 1999 Tentang Kebebasan Pers.

Walau saat itu Ketut dalam posi­sinya sebagai ajudan, tapi semua orang tahu kalau dirinya juga seorang polisi, sehingga tindakannya itu dapat ikut mencoreng nama baik intitusinya,  karena itu sepantasnya oknum tersebut dibebaskan dari tugasnya  sebagai ajudan gubernur..

Sementara itu Ketua PWRI Buru, Usman Tasidjawa mensuport IJTI yang telah menempuh langkah hukum di Polda Maluku bersama wartawan Molucas TV, Sofyan Muhammadia.

Dia juga menyayangkan pernya­taan penjabat bupati yang dikeluarkan dengan sebutan wartawan biadab, sehingga pihaknya bersama dengan rekan-rekan pers di Buru akan meminta klarifikasi langsung ke penjabat bupati, Djalaludin Salampessy.

Menurutnya, mulai Buru di pimpin Rusdi Sabgadji, lanjut Husnie Hentihu dan Ramly Umasugi, serta Ismail Usemahu, tidak pernah ke empat pejabat ini melontarkan kata biadab terhadap wartawan di daerah itu.

Walau kata biadab itu tidak dilontarkan di ranah publik, tapi pers sudah terganggu dengan kicauan di WAG OPD itu.

“Kita nanti minta penjelasan beliau biar semuanya jelas, kenapa laporan beliau seperti itu dengan menyebut wartawan biadab, ” kata Usman.

Lemah

Sementara itu tindakan gubernur yang mengajak mahasiswa bakalai saat aksi demonstrasi mahasiswa Kecamatan Batubual sangat disa­yangkan.

Pengamat Pemerintah, Nataniel Elake mengatakan dalam era demo­krasi dimana kedaulatan berada ditangan rakyat mewajibkan pejabat publik melakukan kehendak rakyat tanpa terkecuali.

Dalam kaitan dengan kritikan dan penyampaian aspirasi yang disam­paikan oleh mahasiswa Batabual kepada gubernur rupanya dalam bentuk apapun harus diterima Gubernur secara elok.

“Kalau pejabat publik emosi dan tidak mau dikritik dengan alasan apapun situasi atau capek sekalipun tidak dapat dibenarkan dan tidak elok,” ungkap Elake.

Jika ada mahasiswa yang menge­luarkan kata yang begitu kasar mes­tinya harus dimaklumi sebab maha­siswa tersebut dalam pertumbuhan yang memerlukan didikan maka seharusnya dipanggil secara baik dan diedukasi bukan mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak elok.

Gubernur Maluku dalam mengha­dapi warga masyarakat mestinya dapat mengendalikan emosi artinya tidak boleh mengeluarkan kalimat-kalimat yang menyinggung perasaan masyarakat.

Menurutnya, pemimpin daerah seperti gubernur mesti memiliki kecakapan bukan saja intelektual tapi kecerdasan emosional dalam era demokrasi sebab dengan kecerdasan emosional pasti mampu menghadapi tantangan apapun.

“Sikap yang ditunjukkan gubernur sangat tidak baik dan menunjukan lemahkan kecerdasan emosional,” tegasnya.

Artinya, mengahadapi aksi protes yang disampaikan masyarakat tidak harus dengan mengundang warga berkelahi dan dengan adanya sikap emosional yang ditunjukkan Guber­nur maka rakyat Maluku sangat malu karena orang luar menonton sikap seorang gubernur.

Senior Kecam

Selain itu, senior PDIP juga me­ngecam sikap spontanitas gubernur yang dilontarkan kepada mahasiswa dengan diajak bakalai.

Mantan anggota DPRD Maluku, Evert Kermite mengatakan, reaksi gubernur tersebut menunjukan sikap arogan, apapun aksi itu gubernur harus lapang dada menerimanya sebagai bentuk kritik dalam memimpin daerah ini.

Pendekatan yang persuasif, kata Kermite harus dilakukan gubernur, dan bukan mengundang mahasiswa bakalai.

Ia meminta, supaya langkah-langkah persuasif dalam membangun komunikasi yang baik dengan rakyat harus dibangun, sehingga kedepan tidak lagi terjadi tindakan emosional seperti itu.

Tegur

Sementara kader senior lainnya, Jusuf Leatemia menyayangkan sikap demikian yang ditujukan gubernur yang adalah juga Ketua DPD PDIP Maluku.

Kata dia, mestinya gubernur men­dengarkan aspirasi rakyat, dengan memanggil para pendemo baik-baik dan bukan sebaliknya

“Kalau pemimpin saja sudah bertingkah seperti itu, lalu rakyat  mau bagaimana lagi. Sungguh sangat mema­lukan tingkah seorang guber­nur,” ujarnya kepada Siwalima, melalui telepon selulernya, Senin (11/7).

Sebagai kader PDIP Leitemia meminta tokoh-tokoh PDI Perjuangan khususnya yang ada di Fraksi PDI Perjuangan mengambil sikap

Ia juga meminta,DPP PDI Perjungan memberikan teguran keras kepada Murad Ismail, karena tingkah bukan pertama kali tetapi sudah berulang kali terjadi di Maluku dan bisa saja merusak citra partai. (S-25/S-15/S-20)