AMBON, Siwalimanews – Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD) dari Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) oleh Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko masih terus menjadi perhatian publik.

Ketua DPD Partai Demokrat Maluku, Elwen Roy Pattiasina mengungkapkan bahwa ada beberapa caleg gagal yang ikut hadir ke acara KLB ilegal di Deli Serdang, 5 Maret 2021 lalu.

“Dari bukti dokumentasi, inilah penampakan para ‘begal politik’ Partai asal Maluku yang diduga hadir pada KLB abal-abal di Deli Serdang lalu,” ungkap Pattiasina, dalam rilisnya, yang diterima Siwalimanews, Senin (29/3).

Dari 11 para begal politik itu, diantaranya Marcus Pentury, caleg gagal DPR RI 2019;  Ricky Apituley, caleg gagal DPRD Maluku 2019;  Jansen Hehanussa, caleg gagal DPRD Kabupaten Maluku Tengah; Alwi Ohoibor,   caleg Kabupaten Maluku Tenggara 2019; Bahrum Wadjo, caleg Kabupaten Seram Bagian Timur 2019; Marcus Tuhenay, caleg Kabupaten Seram Bagian Barat 2019;  Simon Tehuayo, caleg DPRD Maluku 2009; Simon Salakory, Yosias Soumokil dan Tonci Ubiyan,

caleg DPRD Kabupaten Maluku Tengah 2019.

Baca Juga: BMKG Keluarkan Peringatan Dini Hujan Lebat

“Mereka itu adalah caleg gagal pada perhelatan Pileg baik tahun 2009, 2014 dan 2019,” ujar Pattiasina.

Menurut Pattiasina yang juga Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Maluku, para ‘begal politik’ tersebut telah memberikan contoh buruk tentang demokrasi bagi generasi muda di Maluku.

“Ketika gagal nyaleg, kini mereka berduyun-duyun ikut dalam gerombolan ‘begal politik’ yang merampok, menghina dan memfitnah SBY serta Ketum AHY,” tegas Pattiasina.

Pattiasina menegaskan, perilaku politisi yang cacat moral dan jauh dari etika politik seperti itulah yang semakin membuat citra politisi dan partai politik menjadi buruk di mata masyarakat.

Padahal sambungnya, masih banyak sekali politisi dan partai politik yang berjuang dengan cara yang benar, mengedapankan etika dan berjuang sungguh-sungguh demi kepentingan dan aspirasi masyarakat.

“Mari selamatkan demokrasi, cegah perbuatan melawan hukum yang merusak demokrasi kita dari para ‘begal politik’ di daerah kita masing-masing. Jangan salahkan bila publik menghukum mereka dengan sanksi sosial,” cetus Pattiasina. (S-16)