PENYEBAB korupsi dana desa adalah karena minimnya kompetensi aparat desa, tidak adanya transparansi dan kurangnya pengawasan pemerintah dan masyarakat serta adanya intervensi atasan dalam pelaksanaan kegiatan fisik yang tak sesuai perencanaan.

Lebih lanjut, secara spesifik korupsi dana desa disebabkan oleh tidak adanya regulasi yang mengatur secara jelas partisipasi masyarakat dalam mengawasi pembangunan di desa, khususnya terhadap kepala desa.

Korupsi dana desa dapat diartikan sebagai tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan desa adalah segala tindakan yang dapat merugikan keuangan maupun perekonomian negara maupun desa, sehingga segala tindakan yang dilakukan dapat merugikan masyarakat desa, pemerintah desa dan semua lapisan.

Salah satu teori korupsi menurut Jack Bologne Gone Theory menyebutkan bahwa faktor penyebab korupsi adalah keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan. Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi.

Di Provinsi Maluku, banyak sekali aparatur pemerintah desa/negeri yang terjerat kasus korupsi dana desa maupun alokasi dana desa bahkan mereka juga sudah menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan. Namun, hal itu tidak menjadi efek jera bagi aparatur pemerintah desa/negeri lainnya di Maluku.

Baca Juga: Pentingnya Anggaran BOSDA Bagi Pendidikan

Sebut saja mantan Penjabat Kepala Pemerintahan Negeri Abubu, ML yang juga ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Cabang Kejaksaan Negeri Ambon di Saparua, Rabu (15/2).

Ia dijerat karena diduga melakukan tindak pidana korupsi penyalahgunaan ADD dan DD  tahun 2016 –  2018.

Penetapan ML sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan serangkaian  expose perkara  di Kantor Kejaksaan Negeri Ambon 25 Januari 2023 lalu.

Dari ekspose tersebut diketahui ada perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan negara mengalami kerugian.

Akibat perbuatannya tersangka di jerat dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 3 jo pasal 18 Undang-undang No. 31 tahun 1999, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 Tentang Perubahan atas Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Padahal penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.

Selain itu, dengan adanya Dana Desa menjadikan sumber pemasukan di setiap desa akan meningkat. Meningkatnya pendapatan desa yang diberikan oleh pemerintah untuk meningkatkan sarana pelayanan masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar, penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainya yang dibutuhkan masyarakat desa yang diputuskan melalui  Musrembang Desa. Tetapi dengan adanya Dana Desa juga memunculkan permasalahan baru, yaitu tak sedikit masyarakat yang mengkhawatirkan tentang pengelolaan Dana Desa. Hal ini berkaitan dengan kondisi perangkat desa yang dianggap masih rendah kualitas SDM-nya, dan belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa. sehingga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat tidak dapat maksimal.

Namun sangat disayangkan telah disalahgunakan oleh oknum-oknum di lingkup pemerintah negeri.

Oleh sebab itu, dibutuhkan pengawasan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa dapat dilakukan dalam bentuk meminta informasi terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja  Desa  (APBDes) dan lampirannya serta dapat pula melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan kualitas proyek-proyek yang dikerjakan dengan menggunakan dana desa sehingga upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi yaitu, memperbaiki sistem dan memantau pengaduan masyarakat, pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu, pelaporan harta pribadi pemegang kekuasaan dan fungsi publik serta partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di kancah internasional.(*)