AMBON, Siwalimanews – Gagalnya pencairan dana Covid-19 sebesar Rp 36 miliar oleh manajemen RSUD dr. M Haulussy dan Dinas Kesehatan dipertanyakan DPRD.

Fraksi Partai Gerindra DPRD Maluku Andi Munaswir mengaku gagalnya pencairan merupakan tanggung jawab Dinkes dan manajemen RSUD Haulussy dalam melaksanakan kewajiban.

“Hingga saat ini manajemen RSUD Haulussy belum bayar jasa cleaning service atau tenaga kebersihan, padahal mereka notabene masyarakat kecil yang bekerja pada RSUD Haulussy sejak tahun 2020,” ujarnya kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Selasa (30/8)

Menurutnya, tenaga kesehatan sebagai ujung tombak dalam memerangi pandemi Covid-19 di Maluku, apalagi RSUD Haulussy adalah rumah sakit rujukan Covid-19 di Maluku.

Tak hanya itu, dana insentif Covid-19 tahun 2020 milik tenaga kesehatan rumah sakit lapangan di BPSDM Maluku yang seharusnya dibayarkan sejak awal tahun 2021, belum juga dapat direalisasikan.

Baca Juga: Gerindra Kecam Pemprov, SMI tak Mampu Pulihkan Ekonomi

Sudah pertengahan tahun 2022, artinya, Dinas Kesehatan terus-menerus menunjukkan kelalaian dalam melaksanakan kewajibannya. Satu hal yang menjadi pertanyaan besar sampai kapan tenaga kesehatan yang menjadi bawahan tuan dan puan sekalian untuk dikorbankan,” katanya.

Karena itu ia meminta Pemerintah Provinsi Maluku untuk dapat mengevaluasi kinerja Kadis Kesehatan dan manajemen RSUD Haulussy agar dapat menjalankan tugas mereka dengan baik.

Borok Terungkap

Diberitakan sebelumnya Direktur RSUD dr M. Haulussy kaget bu­-kan kepalang, saat diperhadapkan dengan tim jasa dan komite medic yang mundur karena ulahnya.

Nazarudin, yang ditunjuk Gubernur Murad Ismail untuk menahkodai rumah sakit plat merah itu, akhirnya memenuhi panggilan Komisi IV DPRD Provinsi Maluku Rabu (3/8).

Bersamaan dengan itu, Komisi IV DPRD juga mengundang tim jasa dan komite medik, yang sebelumnya telah mengundurkan diri dari rumah sakit milik daerah tersebut.

Sejak awal memang dewan mengagendakan untuk dengar pendapat antara Nazaruddin dengan tim jasa dan komite medik.

Pertemuan berlangsung di ruang rapat Komisi IV dan dipimpin Ketua Komisi, Samson Atapary.

Salah satu tim jasa, Isabella Huliselan dihadapan Komisi IV mengatakan kalau salah satu alasan tim jasa mengundurkan diri akibat dari perintah Direktur RSUD Haulussy Nazaruddin yang meminta untuk mendapatkan jasa sebesar 2 persen dengan nilai nominal Rp25 juta lebih besar dari dokter spesialis.

Huliselan menjelaskan, uang masuk dibagi dua yakni operasional dengan nilai 63 persen dan jasa pelayanan dengan nilai 37 persen yang berlaku untuk BPJS dan Perda.

Jasa pelayanan tersebut dijadikan 100 persen dan dibagikan jasa medis untuk dokter perawat, bidan, analis, radiografer, rekam medik dan rehab medik dan struktur yang terdiri dari direktur, kepala bidang, kepala seksi, kepala instalasi, komite keperawatan, komite medik, IPCN dan adminitrasi.

“Yang sebelumnya jasa medis 86 persen dan untuk struktural itu 7 persen dan sisanya adminitrasi dan instalasi. Tapi setelah masuk jasa struktural 7 persen diturunkan 2,5 persen. Kenapa, karena ketika terjadi konversi jasa struktural itu tidak terkena konversi yang terkena konversi itu medis,” ungkap Huliselan.

Masih kata Huliselan, total 7 persen tersebut dibagi untuk 53 orang, sedangkan 6 instalasi dengan jumlah 120 orang mendapatkan 3 persen dan tim merasa pembangian tersebut tidak adil. “Menurut kami itu tidak adil dong, masa 120 orang membagi 3 persen, sedangkan 53 orang membagi 7 persen sehingga struktural 4 persen itu diturunkan menjadi 2,5 persen dan dimasukan ke instalasi menjadi 6 persen,” jelasnya.

Terhadap permintaan direktur RSUD tersebut, tim jasa merasa tidak setuju karena nominal yang didapatkan oleh direktur lebih besar jika dibandingkan dengan nominal seorang dokter spesialis maka tim jasa kemudian mengundurkan diri. (S-20)