AMBON, Siwalimanews – Berdasarkan berdasarkan survei status gizi indonesia (SSGI) tahun 2019 tingkat prevalensi balita stunting di Kabupaten Maluku Barat Daya mencapai 29,6 peren

“Tingkat prevalensi stunting masih tinggi, perlu segera kita atasi bersama, baik pemerintah daerah, pemerintah desa, individu maupun swasta dalam upaya penanggulangan stunting, kata bupati MBD dalam sambutan yang dibacakan oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda MBD, Johzes H. F. Leunufna saat acara rembuk stunting yang dipusatkan di salah satu kafe di Kota Tiakur, kemarin.

Dijelaskan  stunting menjadi isu prioritas nasional, setelah WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk. Penetapan ini didasarkan pada fakta kasus stunting di Indonesia melebihi batas toleransi yang ditetapkan yakni maksimal seperlima dari jumlah keseluruhan balita atau sekitar 20 persen.

“Bahkan setelah terjadi penurunan hingga tujuh persen, jumlah balita stunting di Indonesia masih berada pada angka 30,7 persen,” kata bupati.

Olehnya  sesuai Perpres 72 Tahun 2021 telah ditetapkan 5 pilar strategis nasional percepatan penurunan stunting. Dalam rangka itu maka hari ini kita mengadakan rembuk stunting.

“Saya harapkan dapat meningkatkan komitmen bersama dalam penurunan dan pencegahan stunting di Kab.MBD yang kita cintai,” Harapnya.

Bupati menyampaikan terima kasih kepada Ketua Tim Pengerak PKK, Rely. Noach,  bersama seluruh jajarannya yang senantiasa hadir di tengah masyarakat untuk bersama-sama dalam membantu dan memberikan motivasi kepada keluarga untuk tetap hidup sehat.

Dalam kesempatan yang sama, Ina Parenting MBD, Rely Noach menyampaikan stunting disebabkan karena kurangnya asupan gizi dalam waktu lama, sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang.

“Kondisi ini bukan saja menurunkan rasa percaya diri, tapi juga mempengaruhi kualitas sumber daya para balita hingga di masa mendatang, jelas Ina Parenting.

Ia mengaku yang menjadi kekuatiran utama adalah bukan pada ukuran tinggi badan anak akan tetapi efek yang ditimbulkan dari kasus stunting. Tetapi  karena gizi buruk yang terjadi pada balita dalam waktu yang panjang sulit untuk diperbaiki, seperti penurunan kecerdasan dan rentan terhadap penyakit, serta resiko mengalami penyakit tidak menular di saat dewasa.

Istri bupati MBD juga menambahkan, prevalensi stunting di MBD cukup tinggi 29,6 peren dibandingkan pervalensi stunting Provinsi Maluku 28,7 peren.

“Ini menandakan perlunya kerja keras dan kerja ekstra untuk menurunkan angka pervalensi tersebut,” tegasnya.

Jika bekerja bersama dirinya yakin kabupaten MBD mampu menurunkan angka stunting menuju target nasional yakni dibawah 20 peren di tahun 2024.

Menurutnya kunci pencegahan kasus stunting adalah perhatian kepada ibu hamil dan balita dibawah 2 tahun, perlu diupayakan secara kesinambungan dalam memenuhi gizi spesifik dan gizi sensitif.

“Melalui pembangunan sanitasi, air bersih, penyediaan pangan yang aman dan bergizi dan pemahaman secara baik serta kepedulian masing-masing individu. Masyarakat juga mengoptimalkan peran dalam upaya menanggulangi stunting,” tegasnya.

Lebih lanjut dirinya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah berjuang bersama dalam berbagai upaya yang dilakukan dalam penanggulangan dan pencegahan stunting.

“Moment hari ini memantapkan langkah bersama mewujudkan Maluku Barat Daya yang bebas stunting,” tandasnya. (S-09)