AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku marathon menyasar pihak-pihak yang berhubungan dengan dugaan korupsi pengadaan uang makan minum tenaga kesehatan Covid-19 dan kasus Pembayaran Jasa Medical Check Up Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RS Haulussy Ambon.

Setelah sebelumnya, 15 saksi diperiksa yang terdiri dari kepala ruangan, staf ruangan, perawat hingga dokter spesialis, kembali, Kamis (14/7) tim penyidik Kejati Maluku memeriksa 18 saksi.

Demikian diungkapkan, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba kepada wartawan di Ambon, Kamis (14/7).

18 saksi yang diperiksa ini, kata Kareba terdiri dari, 10 saksi diperiksa terkait dugaan tindak pidana korupsi Medical Cek Up Calkada dan 8 saksi terkait uang pengadaan makan minum nakes Covid-19.

“Pemeriksaan untuk dua kasus sekaligus yakni medical check up calkada dan uang makan minum, untuk kasus medical 10 saksi yang diperiksa, sementara makan minum 8 saksi,” ujar Kareba.

Baca Juga: Lagi KPK Tambah 30 Hari untuk RL

Kareba juga menjelaskan, 18 saksi ini terdiri dari satu ketua, sekretaris dan bendahara KPU Maluku Barat Daya, KPU Kabupaten Kepulauan Tanimbar dan Kabupaten Kepulau­an Aru.

Selain itu bendahara dan kepala ruangan serta sejumlah perawat. Me­reka diperiksa di ruang Pidsus Kejati Maluku dan dihujani puluhan perta­nyaan dari pukul 09.00-16.00 WIT.

“Para saksi yang diperiksa ini adalah penerima honorium, mereka di periksa di ruang pidsus dari pukul 09.00 sampai 16.00 WIT terkait aliran dana di dua kasus ini,” tuturnya.

Giliran Uang Makan Minum

Belum tuntas pengusutan kasus dugaan korupsi anggaran medical check up, penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku membidik anggaran uang makan minum tenaga kese­ha­tan Covid-19 di rumah sakit berplat merah itu.

Sebanyak 15 saksi diperiksa tim penyidik Kejati Maluku, Rabu (13/7) dihujani puluhan pertanyaan soal anggaran makan minum bagi tenaga kesehatan (Nakes) Covid di RS Haulussy Ambon.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Karena mengungkapkan, 15 saksi yang diperiksa itu terdiri dari, kepala ruangan, staf ruangan, dokter spesialis, bendahara penge­luaran dan sejumlah perawat.

Para saksi ini, lanjut Kareba dipe­riksa dari pukul 09.00 WIT hingga pukul 16.00 WIT di ruangan Pidsus Kejati Maluku.

“Para saksi yang diperiksa teridiri dari sejumlah perawat, Kepala ruangan, staf ruangan, Dokter  spe­sialis dan bendahara pengeluaran pada RSUD Haulusy, mereka dipe­riksa dari pukul 09.00 sampai pukul 16.00 WIT,” kata Kareba kepada wartawan di Ambon, Rabu (13/7).

Menurutnya, para saksi diperiksa dapat terkait hak makan dan minum yang diperoleh tenaga honorium selama penanganna pandemic Covid-19 di rumah sakit tersebut.

Garap 6 Saksi

Jaksa masih terus menggali bukti dalam kasus medicall check up Pemilihan Calon Kepala Daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020 di RS Haulussy Ambon.

Guna mengusut tuntas berbagai kasus dugaan korupsi di RS Hau­lussy Ambon, tim penyidik Kejak­saan Tinggi Maluku memeriksa 6 saksi.

Enam saksi yang digarap ini terdiri dari mantan Direktur RS Haulussy, tenaga medis/dokter dan KPU Maluku maupun Kota Ambon

Menurut Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba, 6 orang yang diperiksa itu sebagai saksi terhadap kasus dugaan korupsi Medical Check up pemilihan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah kabupaten/kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RS Haulussy.

Dari 6 saksi yang diperiksa itu, lanjut Kareba, salah satu diantara­nya mantan Direktur RS Haulussy. Namun siapakah mantan direktur yang diperiksa itu, apakah Yustini Pawa ataukah Ritha Taihuttu, lagi-lagi penyidik Kejati Maluku mera­hasiakan identitas tersebut.

“Hari ini ada 6 saksi yang dipe­riksa, salah satunya mantan Direktur RS Halusussy. Untuk identitas saya belum tahu karena yang dapat dari penyidik hanya jabatan, nanti saya koordinasi ke penyidiknya,”ungkap Kareba kepada wartawan di Ambon, Selasa (12/7).

Tindakan penyidik Kejati Maluku yang merahasiakan identitas saksi padahal kasus sudah ditingkat penyidikan bukan baru pertama kali, sebelumnya, penyidik Korps Adhyak­sa Maluku ini juga meme­riksa salah satu mantan Direktur RS Haulussy dan lagi lagi identitasnya sama sekali tidak disebut. Entah apa alasan dibalik hal itu.

Selain mantan Direktur RS Hau­lussy, lanjut Kareba, penyidik juga memeriksa sejumlah saksi yang berasal dari KPU Maluku Kan kota Ambon kala itu.

“Selain mantan direktur, ada man­tan bendahara KPU Maluku, mantan bendahara pengeluaran pembantu KPU Maluku, mantan sekretaris KPU Maluku, mantan Ketua KPU Ambon dan bendahara KPU Ambon yang diperiksa,” rinci Kareba.

Diungkapkan, para saksi dicerca dengan puluhan pertanyaaan terkait indikasi penyimpangan anggaran dana medical check up di RS Hau­lussy.

“Mereka yang diperiksa ini penerima honorium dari anggaran tersebut, pemeriksaan seputar tugas pokok yang berlangsung dari pukul 09.00 WIT hingga pukul 16.00 WIT,” katanya.

Sasar BNN

Seluruh pihak yang berkaitan dengan proses medical check up pada Pilkada di Maluku, disasar jaksa.

Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Maluku marathon mengusut kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran pembayaran jasa medical check up, Pemilihan Calon kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020.

Jaksa terus mengali aktor utama dibalik dugaan tindak pidana ko­rupsi tersebut di RS Haulussy Ambon.

Setelah memeriksa mantan Direk­tur RS Haulussy, Justini Pawa dan mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, Meikyal Pontoh serta belasan dokter di RS Haulussy, giliran tim penyidik Kejati Maluku menyasar Badan Narkotika Nasional Provinsi Maluku.

Kasi Penkum Kejati Maluku, Wahyudi Kareba mengungkapkan, tim penyidik memeriksa petugas BNN Provinsi Maluku. Petugas BNN masuk dalam tim pemeriksa medical check up Pemilihan Calon kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Provinsi Maluku tahun 2016 hingga 2020.

“Petugas BNN diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala daerah kabupaten, kota dan provinsi Malu­ku kurun tahun 2016 hingga 2020,” ujar Wahyudi saat dikonfir­masi Siwalima di Ambon, Kamis (7/7) lalu.

Ketika ditanyakan berapa banyak petugas BNN yang diperiksa, Wahyudi mengatakan masih dicek.

“Saya masih cek lagi, tapi diinfor­masi dari penyidik petugas BNN juga diperiksa,” ujarnya singkat.

Wahyudi menegaskan, tim penyi­dik masih terus bekerja dan meme­riksa saksi-saksi lagi terkait dengan penggunaan anggaran pembayaran Jasa Medical Check Up Pemilihan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten/ Kota dan Provinsi Maluku Tahun 2016 sampai dengan Tahun 2020 di RSUD Dr. M. Haulussy.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan di Kantor Kejati Maluku, Rabu (6/7) mulai pukul 09.00 WIT hingga 16.00 WIT dan dihujani puluhan perta­nyaan seputar tugas dan tanggung­jawab saksi.

Ditanya soal apakah calon kepala daerah yang mengikuti Medical Check Up akan juga dimintai kete­rangan, Wahyudi belum dapat memastikan, dikarenakan saat itu penyidik masih menfokuskan tenaga medis dan BNN  yang bersentuhan langsung dengan pemeriksaan tersebut.

“Belum bisa di pastikan, sekarang mereka (penyidik) fokus terhadap saksi saksi yang ada dulu, kalau memang sudah sampai ke sana (pemeriksaan Calkada) akan kita umumkan lagi,”tandasnya.

Diendus Jaksa

Seperti diberitakan sebelumnya, dua mantan petinggi di Dinas Kesehatan dan RSUD Haulussy diperiksa jaksa, terkait dugaan korupsi Rumah Sakit milik daerah.

Kedua pejabat itu adalah, Meikyal Pontoh dan Justini Pawa. Pontoh adalah eks Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Maluku, kurun waktu tahun 2016 hingga 2020.

Adapun Pawa, adalah bekas Direktur RS pada tahun 2016 dimana kasus itu mulai dibidik.

Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pem­bayaran jasa pemeriksaan kesehatan bakal calon kepala daerah kabupa­ten, kota dan provinsi Maluku kurun tahun 2016 hingga 2020.

Kasi Penkum dan humas Kejati Maluku, Wahyudi Kereba di Ambon, Rabu (6/7) mengatakan, selain dua mantan pejabat itu, penyidik juga memanggil tujuh dokter lainnya sebagai saksi dalam kasus tersebut.

“Selain memanggil dua mantan pejabat tersebut, penyidik juga memanggil tujuh orang dokter lainnya guna dimintai keterangan sebagai saksi,” Kareba.

Tujuh dokter tersebut telah diperiksa, Selasa (5/7). Sedangkan Rabu (6/7) penyidik memanggil sepuluh dokter, salah satunya dokter Ade Tuanakotta sebagai penanggung jawab IDI Maluku.

Adapun sepuluh dokter itu adalah mereka yang merupakan penerima honorarirum pembayaran jasa peme­riksaan kesehatan, saat pelaksanaan medica; check up kepada balon calon kepala daerah dan wakil ke­pala daerah kabupaten, kota dan Provinsi Maluku pada penyeleng­garaan Pilkada Tahun 2016 hingga 2020.

Pada tahun 2017, tercatat dilaksa­nakan tiga Pilkada yang proses medical check up dilaksanakan di RS Haulussy, untuk Kota Ambon, MTB dan Buru selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Malra dan Pilgub Maluku.

Selanjutnya pada tahun 2018 lalu, dilaksanakan kegiatan serupa untuk Pilkada Kota Tual, Malra dan Pilgub Maluku.

Kemudian pada tahun 2020, ter­catat empat kabupaten melaksana­kan Pilkada, dimana seluruhnya melakukan medical cheek up di RSUD Haulussy, yaitu, Kabupaten Bursel, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku Barat Daya dan Seram Bagian Timur.

Kareba menjelaska, pada pemerik­saan yang berlangsung selama tujuh jam ini, materi yang ditanyakan jaksa  penyidik masih seputar tugas pokok para saksi.

“Pemeriksaan dilaksanakan mulai pukul 09.00 WIT,” katanya.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada aliran ang­garan dengan pagu lebih Rp2 miliar.

Dikatakan, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui ada aliran ang­garan dengan pagu lebih dari Rp2 miliar itu.

Untuk diketahui, Kejati bidik sejumlah kasus di RSUD Haulussy berdasarkan surat nomor: SP 814/Q.1.5/1.d.1/06/2022.

Selain pembayataan BPJS Non Covid, pembayaran BPJS Covid tahun 2020, pembayaran kekurangan jasa nakes BPJS tahun 2019 tetapi juga pengadaan obat dan bahan habis pakai juga sarana dan pra­sarana pengadaan alat kesehatan dan pembayaran perda pada RSUD Haulussy tahun 2019-2020.

BPJS Kesehatan diketahui menda­pat tugas dari pemerintah memveri­fikasi klaim rumah sakit rujukan Covid-19 di Indonesia setelah veri­fikasi barulah Kementerian Kese­hatan melakukan pembayaran klaim tersebut.

Diduga total klaim Covid dari rumah sakit rujukan di Provinsi Maluku sejak 2020 hingga September 2021 yang lolos verifikasi BPJS Kesehatan mencapai 1.186 kasus dengan nilai Rp117,3 miliar.

Sejak tahun 2020 tercatat seba­nyak 891 kasus atau klaim di Maluku lolos verifikasi BPJS Kesehatan. Nilai klaim dari jumlah kasus tersebut mencapai sekitar Rp97,32 miliar dan hingga September 2021 klaim yang sudah terverifikasi ada 295 dengan jumlah biaya sekitar Rp20 miliar. (S-10)