AMBON, Siwalimanews – Dipastikan besok, Kamis (19/9) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan melaksanakan forum grup diskusi (FGD) bersama sejumlah stakeholder terkait untuk membahas fenomena yang terjadi belakangan ini terkait matinya ikan di beberapa kawasan di Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Ketua Tim Penelitian Laut Dalam pada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Hanung Agus Mulyadi mengaku, masyarakat tak perlu resah dengan terjadinya fenomena matinya ikan secara massal pada beberapa lokasi di Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Pasalnya, walaupun hasil penelitian LIPI serta Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Ambon belum rampung, namun, berdasarkan hasil penelitian mereka ikan yang mati ini aman untuk dikonsumsi.

Walaupun demikian, hasil sementara yang diperoleh ini harus di diskusikan dengan instansi terkait, sehingga dapat menyimpulkan apa sebenarnya penyebab fenomena langka tersebut.

“Besok pagi LIPI akan lakukan FGD dengan BKIPM, Unpatti, BMKG dan BPBD. Kita akan buat diskusi terpadu untuk berikan satu arahan yang nantinya dapat diberikan kepada walikota maupun gubernur sehingga bisa disampaikan kepada masyarakat. harapannya bisa dapat rekomendasi dari masing-masing kajian baik dari LIPI maupun lainnya,” tandas Mulyadi kepada wartawan di ruang kerjanya, Rabu (18/9)

Baca Juga: SMA Kartika dan SMPN 2 Juarai Lomba PBB

Untuk saat ini, kata Mulyadi, LIPI sendiri baru memperoleh hasil sementara dari pengujian yang dilakukan dengan sampel ikan dan moluska serta sampel lainnya dan hasil pengujian sementara yang dilakukan ditemukan ikan yang mati secara massal tersebut tidak mengandung fitoplankton beracun.

“Hasilnya sementara tidak ada fitoplankton yang beracun, jadi harapannya dari hasil sementara ini diharapkan bisa mengurangi keresahan masyarakat untuk kematian massal tersebut,” ujarnya.

Walaupun hasil penelitian seperti itu, namun ia menghimbau kepada masyarakat untuk tidak mengkonsumsi ikan yang mati tersebut. Sedangkan masyarakat yang hendak mengonsumsi ikan, sebaiknya tahu dengan pasti ikan yang dikonsumsi diperoleh dari lokasi lainnya.

“Ikan-ikan yang mati terdampar itu sebaiknya tidak di konsumsi, tapi masyarakat yang ada di Ambon tidak usah resah untuk makan ikan yang ditangkap dari daerah lain,” tambahnya.

Menurutnya, uji laboratorium yang dilakukan oleh pihaknya terkait dengan iologi oseanografi, kimia oseanografi, fisika oseanografi, sedimen, maupun ikan yang mati. Untuk hasil uji biologi oseanografi sendiri, sudah keluar tapi hanya sebagian karena uji selanjutnya ikan yang mati telah dikirim ke pusat untuk diteliti terkait dengan adanya pencemaran logam berat.

Ditempat terpisah, Kepala BKIPM Ridwan kepada wartawan di ruang kerjannya, mengaku hasil yang ada akan dipaparkan pada saat diskusi yang dilaksanakan oleh LIPI. Namun hasil sementara, pihaknya menduga ada anomali lingkungan yang terjadi sehingga massa air naik.

“Kalau dugaan anomali lingkungan tapi dari ciri-ciri fisik ada hal-hal yang memang menarik, inikan suatu kondisi lingkungan yang lagi ekstrim di beberapa tempat yakni suhu di perairannya dan apakah itu ada misalnya kejadian upwealing pengangkatan massa air ataukah ada faktor-faktor lain yang memang disekitar lingkungan itu yang bisa memicu kematian ikan,” jelas Ridwan.

Sampel yang diambil untuk diteliti sendiri kata Ridwan, yakni ikan dan air serta kristal biru yang ada di pesisir pantai. Untuk ikan sendiri, ada yang mengalami putus tulang, ada juga daging yang terlepas sebagian. Sedangkan untuk kristal biru tersebut, tidak berbahaya, karena merupakan zooplankton yang ada di lautan, yang diperkirakan naik ke permukaan saat ada ombak kencang.

Namun, Ia mengaku, untuk hasil secara keseluruhan akan diketahui setelah diskusi yang dilakukan dengan LIPI dan beberapa instansi terkait untuk membahas lebih dalam masalah ini..

“Untuk hasil keseluruhan bisa diperoleh saat diksuisi FGD yang dilaksanakan esok dengan LIPI dan stakeholder terkait, karena dengan diskusi tersebut semua hasil akan lebih dilihat dari berbagai aspek yang ada untuk dapat disimpulkan,” pungkasnya (S-40)