Pada kolom OPINI koran Siwalima edisi Kamis, 18 Agustus 2022 sebuah artikel yang bertajuk “Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang Terpasung Arogansi Pengurus Yayasan” yang ditulis oleh Tanwey Gerson Ratumanan pada dasarnya berisikan kritik (destruktif?) terhadap pengelolaan Sekolah Kristen Kalam Kudus Ambon (SKKK Ambon) oleh Yayasan Kalam Kudus Indonesia Cabang Ambon, di mana penulis bahkan menambahkan “studi kasus” pada sub-judul artikel tersebut (sub-judul: Studi Kasus Pada Persekolahan Kristen Kalam Kudus Ambon). Namun, sampai hari ini, pihak Yayasan ataupun Sekolah (pimpinan sekolah yang menjabat) tidak pernah bertemu ataupun dihubungi oleh Ratumanan untuk melakukan wawancara atau meminta data/informasi tertulis atau lisan demi mendapatkan data/informasi yang objektif untuk dituangkan dalam artikelnya.

Meskipun ditulis di kolom OPINI, seharusnya frasa “studi kasus” diperlakukan apa adanya, apalagi bagi seorang akademisi atau peneliti. Studi kasus tetaplah sebuah studi kasus. Studi kasus menuntut kehadiran data atau informasi dari sumber pertama untuk kemudian dianalisa. Itulah mengapa dalam artikel tersebut kita akan menemukan banyak hal yang keliru dan tidak sesuai dengan fakta. Selain itu, kami menjumpai pernyataan-pernyataan hiperbolis dan tidak disertai data. Misalnya,  Ratumanan menuliskan, “banyak program sekolah yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Sekola (RKS) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) tidak luput dari intervensi,” (hal. 8) sayangnya pernyataan ini tidak disertai dengan pemaparan mengenai kegiatan apa saja yang ia maksudkan. Pernyataan yang sama muncul lagi (hal. 9) bahkan ditambahkan dengan penekanan, “apalagi untuk membiayai kegiatan yang dilarang oleh Juknis BOS.” Sayangnya, kata “banyak” tersebut, tidak diikuti dengan data (spekulasi?). Dalam tulisannya hanya 1 program saja yang disebutkan Ratumanan, yakni renovasi toilet. Itupun tidak dijelaskan dengan detail berapa banyak toilet atau apa saja yang direnovasi. Sulit menalar intensi dari Ratumanan, tetapi kalimat hiperbolis yang ia gunakan berpotensi multitafsir, bahkan mis-interpretasi.

Sebagai instansi yang berusaha menjaga integritasnya, Yayasan dan Sekolah harus memberikan respons terhadap artikel tersebut. Kekeliruan informasi yang fatal dalam artikel tersebut menuntut kami memberikan tanggapan yang proporsional. Ada dua hal yang ingin kami tanggapi, pertama mengenai pemberian informasi yang tidak benar. Ratumanan mengatakan bahwa pemilihan Wali Kelas dan Kepala Urusan dilakukan oleh pengurus Yayasan, yang menurut Ratumanan hal ini merupakan tindakan arogansi dan bertentangan dengan pengelolaan pendidikan dan MBS. Kebenarannya adalah pemilihan Wali Kelas dan Kepala Urusan dilakukan dalam suatu rapat yang dihadiri Wakil Kepala Sekolah definitif yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana Harian Kepala Sekolah, oleh guru-guru yang akan menjabat sebagai Kepala Sekolah di periode yang baru, Kabid. Akademik dan SDM, Kabid. Sarana, Prasarana, dan Hubungan Masyarakat, serta Direktur Pelaksana.

Dalam rapat bersama ini, Wakil Kepala Sekolah definitif yang saat itu menjabat sebagai Pelaksana Harian Kepala Sekolah dan guru-guru yang akan menjabat sebagai Kepala Sekolah jenjang memilih nama Wali Kelas dan Kepala Urusan sekaligus menjelaskan alasan pemilihan sehingga pemilihan bersifat objektif. Rapat bersama ini dilakukan berdasarkan evaluasi internal sekolah, dan masukan orang tua siswa dari berbagai jenjang mengenai kinerja Wali Kelas. Fakta ini sangat berbeda dengan informasi yang dipublikasi Ratumanan dalam tulisannya. Ironinya, Ratumanan adalah seorang akademisi yang seharusnya memahami kaidah-kaidah sebuah tulisan, seperti data yang valid dan kredibel, apalagi jika menyebut tulisannya sebagai “studi kasus.”

Informasi yang tidak benar yang lain adalah penulis menuduh Yayasan melalui Direktur Pelaksana melarang Kepala Sekolah KB-TK, SD, SMP, dan SMA untuk menetapkan pembagian tugas mengajar, menyelenggarakan workshop penyusunan kurikulum operasional, dan workshop penyusunan perangkat pembelajaran untuk tahun ajaran 2022/2023. Tuduhan lainnya adalah Sekolah tidak memiliki kurikulum operasional tahun ajaran 2022/2023. Kebena­rannya adalah pada masa itu ada rotasi kepemimpinan jenjang dikarenakan periode kepemimpinan yang telah selesai, sehingga yang sebenarnya terjadi merupakan penundaan dan bukan pelarangan. Setelah proses rotasi ini selesai dan pimpinan jenjang atau Kepala Sekolah yang baru telah menjabat, barulah masing-masing jenjang menye­lenggarakan berbagai hal yang dimaksud di atas. Dengan demikian kurikulum operasional 2022/2023 diselesaikan setelah Kepala Sekolah definitif menjabat dan hal ini telah diselesaikan sebelum KBM reguler dimulai. Jika Sekolah tidak memiliki kurikulum operasional tahun ajaran 2022/2023 bagaimana mungkin ada proses belajar mengajar yang tersistem dan berjalan dengan baik sampai hari ini? Kami sangat menyayangkan informasi yang tidak benar ini ditulis oleh seorang pendidik, peneliti, dan akademisi.

Baca Juga: Merdeka Sejak dari Pangan

Terkait dengan rotasi, perlu kami tambahkan bahwa rotasi dilakukan berdasarkan peraturan Yayasan Kalam Kudus Indonesia dan hasil evaluasi, baik yang dilakukan oleh Tim Manajemen Sekolah yang saat itu terdiri dari Direktur Pelaksana, Kabid. Akademik dan SDM, dan Kabid. Sarana, Prasarana, dan Hubungan Masyarakat, dan juga berdasarkan hasil evaluasi dari guru-guru jenjang terhadap kinerja Kepala Sekolah. Sehingga rotasi yang dilakukan oleh Yayasan adalah rotasi yang berbasis pada data tertulis dan evaluasi tidak tertulis. Selain rotasi, kami juga melakukan promosi. Detail rotasi sebagai berikut, Kepala Sekolah KB-TK dari Augie Pentury, S.Pd. sekarang dijabat oleh Marthina Talakua, S.Pd., Kepala Sekolah SD dari Sumardi, S.Pd., sekarang dijabat oleh Diana Taniwel, M.Pd., Kepala Sekolah SMP dari Imas Rosmiati, M.Pd. (istri dari Tanwey Gerson Ratumanan, penulis artikel) sekarang dijabat oleh Siintia Nanuru, S.Pd., dan Kepala Sekolah SMA Josi Pattikawa, S.Pd. sekarang dijabat oleh Herlin Pattipeilohy, S.Pd., M.Si. Sedangkan untuk promosi, Augie Pentury, S.Pd. diangkat menjadi Kabid. Akademik dan SDM dan Lukas Tahapary, S.Pd. menjabat sebagai Kabid. Sarana, Prasarana, dan Hubungan Masyarakat. Semua ini untuk memenuhi fungsi manajerial yang sehat dan tersistem di Sekolah.

Tanggapan kami yang kedua adalah terkait dengan informasi yang berpotensi “menyesatkan” dan informasi yang tidak benar. Dalam artikelnya, Ratumanan mengatakan bahwa Yayasan melakukan intervensi dan bahkan pemaksanaan. Kebenaran yang harus kami tegaskan adalah sampai hari ini pengelolaan dana BOS sepenuhnya dikelola oleh masing-masing jenjang. Bahkan ada jenjang-jenjang tertentu menerima suntikan dana tambahan dari Yayasan untuk kegiatan operasionalnya. Secara teknis, apabila Sekolah ingin melakukan kegiatan atau program tertentu, maka hal tersebut akan dirapatkan bersama dengan semua Kepala Sekolah, Kepala Bidang terkait, dan Direktur Pelaksana. Hal ini berfungsi sebagai koordinasi secara holistik untuk semua jenjang. Namun, dari tulisannya mengindikasikan bahwa Ratumanan tidak tahu apa-apa mengenai teknis ini.

Salah satu program yang dikritik Ratumanan dalam artikelnya adalah renovasi toilet yang menurut Ratumanan toilet tersebut masih sangat layak. Sekali lagi, sepengetahuan pihak Yayasan dan Sekolah, penulis tidak pernah datang ke Sekolah dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan pada saat istri dari penulis, Imas Rosmiati, M.Pd. masih menjabat sebagai Kepala Sekolah SMP, dalam beberapa tahun terakhir (2 – 4 tahun) kami tidak pernah melihat penulis masuk ke toilet Sekolah, atau paling tidak selama masa-masa toilet akan direnovasi sampai renovasi selesai.

Ini berbeda dengan pengurus Yayasan melalui Direktur Pelaksana yang setiap hari kerja berada di Sekolah dan mengamati kondisi bangunan, termasuk toilet yang digunakan oleh peserta didik, juga pengurus Yayasan Bidang Sarana dan Prasarana melakukan observasi yang sama terhadap bangunan Sekolah. Kami memikirkan kelayakan bangunan yang pantas untuk peserta didik, guru, pegawai/staff, dan bahkan tamu. Meskipun memang tidak semua toilet yang direnovasi, tetapi hampir semua toilet di lantai 1 sampai lantai 3 direnovasi, yakni toilet-toilet yang berdasarkan penilaian kami harus direnovasi. Hal ini tentu tidak dipahami oleh Ratumanan yang sama sekali tidak meminta data atau informasi ke Sekolah (pimpinan sekolah yang menjabat) atau Yayasan sebagai sumber yang kredibel. Sekali lagi, ini menjadi sebuah ironi karena pada sub-judulnya Ratumanan menuliskan “studi kasus…”

Dinamika internal lain yang perlu diketahui adalah pada periode tersebut, kondisi pandemi Covid-19 di kota Ambon baru saja mulai membaik dan sekolah-sekolah dalam persiapan untuk mengadakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT). Dengan kata lain, anggaran dana BOS tertentu yang biasanya digunakan untuk operasional sekolah pada waktu KBM normal masih tersimpan dan dapat digunakan karena tidak banyak terpakai pada saat sekolah melakukan pembelajaran online. Selain itu, kami baru mengetahui bahwa di jenjang tertentu terjadi pengendapan dana BOS sekitar puluhan sampai ratusan juta. Sehingga dalam rapat bersama dengan Kepala Sekolah, kami memutuskan untuk mengalokasikan dana tersebut untuk renovasi toilet. Selain renovasi toilet, dalam rapat bersama dengan Kepala Sekolah di waktu yang lain sebenarnya masih ada hal-hal lain yang kami putuskan untuk menggunakan dana BOS, seperti pemasangan kabel lan (di semua kelas, ruangan Kepala Sekolah, dan ruangan Tata Usaha) agar jaringan internet yang akan digunakan pada saat proses belajar mengajar stabil sehingga berbagai kepentingan terkait dengan KBM dapat berjalan dengan baik, pembelian wastafel untuk persiapan PTMT, dan pembinaan karakter atau penumbuhan budi pekerti. Dalam kondisi pandemi yang serba tidak pasti, Sekolah berusaha sebaik mungkin untuk beradaptasi. Penting untuk dicatat, semua program atau kegiatan ini diputuskan melalui rapat bersama dan tidak pernah dikerjakan sepihak atau dengan paksaan oleh pihak Yayasan.

Apakah program atau kegiatan di atas tidak ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 6 Tahun 2021? Yayasan Kalam Kudus Indonesia Cabang Ambon dan Sekolah Kristen Kalam Kudus Ambon berusaha semaksimal mungkin menaati peraturan pemerintah dan bekerja dengan integritas, termasuk dalam hal menaati petunjuk teknis penggunaan dana BOS. Apa yang kami lakukan jelas sesuai dengan Juknis BOS. Dalam hal perbaikan toilet dan pengadaan wastafel (tempat cuci tangan) diatur dalam Permendikbud Nomor 6 Tahun 2021, Lampiran I mengenai Tata Cara Pengelolaan dan Pelaporan Dana Bantuan Operasional Sekolah Reguler Oleh Sekolah poin A.10. h. 3. yang mengatur mengenai perbaikan toilet, tempat cuci tangan, dan lain-lain. Khusus dalam renovasi toilet tersebut, kami melakukan renovasi mulai dari toilet lantai 1 sampai dengan lantai 3 yang digunakan oleh kurang lebih enam ratus (600) peserta didik SD dan SMP ditambah dengan sekitar lima puluh (50) lebih guru dan pegawai/staff. Total ruangan toilet yang direnovasi adalah lima (5) ruangan yang masing-masing ruangan baik lantai, pipa keran, beberapa kloset jongkok, ataupun duduk, wastafel, cermin, dan lain-lain diganti karena kondisinya yang tidak lagi layak untuk digunakan. Sayang sekali data ini tidak dijelaskan oleh Ratumanan.

Sampai hari ini Yayasan, Tim Manajemen Sekolah, dan Pimpinan Jenjang KB-TK, SD, SMP, dan SMA berusaha untuk menciptakan SKKK Ambon sebagai sekolah Kristen yang tidak hanya kelihatan baik dan indah dari luar saja, tetapi ternyata “bagian dalamnya” penuh dengan hal-hal yang kotor dan tidak benar. Tidak ada gunanya jika di luar kita dikenal baik dan indah, tetapi ternyata di dalamnya ada banyak sekali hal-hal yang kotor dan palsu. Pencitraan adalah penipuan dan pembodohan terhadap diri sendiri. Kami justru sedang berusaha menciptakan sekolah Kristen yang berintegritas, yang bersih dan indah dari dalam, dan hal ini kemudian memancar keluar serta menjadi berkat. Salah satu upaya yang kami kerjakan adalah melakukan audit internal untuk berbagai dana, baik dana dari Yayasan atau dana BOS untuk memastikan bahwa pekerjaan yang dikerjakan semua jenjang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan Yayasan (untuk dana Yayasan) dan peraturan pemerintah (untuk dana BOS). Jadi, meskipun pengelolaan dana dikelola sepenuhnya oleh jenjang ma­sing-masing, tetapi fungsi pengawa­san dan pendampingan tetap kami lakukan, sehingga nama baik Sekolah Kristen Kalam Kudus Ambon terus terjaga.

Kami menyadari bahwa semenjak tahun 2021 ketika Yayasan memper­ketat fungsi kontrol dan pendampingan terhadap penggunaan dan pelaporan berbagai dana sebagai bentuk dukungan Yayasan terhadap program pemerintah dan memastikan bahwa dana bantuan pemerintah digunakan dengan tepat dan transparan, kami menemukan ada hal-hal yang harus ditindaklanjuti melalui audit internal demi integritas Sekolah. Sampai hari ini, salah satu jenjang yang kami temukan terindikasi bermasalah dalam audit internal terkait pelaporan dana BOS adalah jenjang SMP, yakni dari tahun 2017 – 2022 (semester 1), di mana selama periode ini yang menjadi Kepala Sekolah SMP adalah Imas Rosmiati, M.Pd. (istri dari Tanwey Gerson Ratumanan, penulis artikel). Dalam beberapa pembelian barang dan jasa, fungsi kontrol internal (Sekolah) untuk pengeluaran dana Yayasan atau BOS melalui formulir pembelian barang dan jasa yang disiapkan oleh Kabid. Sarana, Prasarana, dan Hubungan Masyarakat diabaikan oleh Kepala Sekolah dan Bendahara BOS SMP. Berdasarkan peraturan yang berlaku di SKKK Ambon, tindakan seperti ini adalah sebuah pelanggaran karena memberikan kesan tidak transparan dalam pengelolaan dana BOS.  Demi integritas Sekolah, hal ini tentu masih terus kami dalami untuk memperjelas dan mencari kebenaran yang sesungguhnya.

Memang Yayasan sedang memikirkan kerja sama dengan lembaga atau ins­tansi terkait dalam rangka melakukan audit untuk pelaporan dana BOS di beberapa jenjang, termasuk jenjang SMP. Tetapi hal itu belum terealisasi, salah satu kendalanya adalah audit internal belum selesai, misalnya di jenjang SMP. Jika audit internal telah selesai, kami akan memikirkan tindak lanjut yang tepat berdasarkan hasil audit internal tersebut. Namun, apabila diper­lukan sementara proses audit ini berlangsung, jika ada hal yang terin­dikasi bermasalah, kami mungkin akan melibatkan atau melapor kepada instansi yang terkait.

Di sisi yang lain, kami sangat me­nyayangkan bahwa Ratumanan sebagai penulis artikel juga sebagai seorang akademisi dan peneliti memberikan banyak informasi yang tidak benar dan berpotensi menyesatkan pembaca, sehingga merugikan Yayasan dan Sekolah. Selain membuat kami ragu akan kualitasnya sebagai seorang akademisi dan peneliti di perguruan tinggi, saat ini pihak Yayasan sedang memikirkan langkah-langkah selan­jutnya yang akan diambil untuk menyi­kapi informasi-informasi yang tidak benar dalam artikel tersebut, termasuk langkah hukum. Sebagai catatan tambahan, tulisan ini dikeluarkan atas sepengetahuan dan persetujuan seluruh pengurus Yayasan, Direktur Pelaksana, Kabid. Akademik dan SDM, Kabid. Sarana, Prasarana, dan Hubung­an Masyarakat, Kepala Sekolah, dan Wakil Kepala Sekolah semua jenjang. Kami juga telah mengeluarkan Surat Keterangan yang menyatakan bahwa ada banyak informasi yang tidak benar ditulis oleh Ratumanan dalam artikel­nya. Surat Keterangan tersebut ditan­da­tangani oleh perwakilan Yayasan (Ketua dan Sekretaris, Direktur Pe­laksana, Kepala Bidang terkait, dan Kepala Sekolah serta Wakil Kepala Sekolah jenjang KB-TK, SD, SMP, dan SMA.       Oleh: Sieto Nini Bachry Ketua Yayasan Kalam Kudus Indonesia Cabang Ambon Marlon Lahope Direktur Pelaksana Sekolah Kristen Kalam Kudus Ambon.