AMBON, Siwalimanews – Tim penyidik Kejaksaan Negeri Ambon dua kali memangil Kepala SMP Negeri 9 Ambon  Lona Parinusa, namun mangkir. Parinusa dipanggil untuk diperik­sa sebagai saksi kasus dugaan korupsi dana BOS SMPN 9 Tahun 2020-2023.

Kasi Intel Kejari Ambon, Alfreds Talompo mengatakan, pihaknya telah memeriksa belasan saksi dalam kasus tersebut. Namun hingga saat ini tim penyidik belum memeriksa Kepsek SMP 9 lantaran sudah dua kali tidak hadiri panggilan penyidik.

“Saksi-saksi sudah kita panggil untuk diperiksa termasuk kepsek. Tapi Kepsek sudah panggil dua kali tapi mangkir, “kata Talompo kepada Siwalima di Ambon, Rabu (13/11).

Menurutnya tim penyidik akan melayangkan surat panggilan ketiga bagi kepsek. Namun ia belum bisa memastikan kapan yang bersang­kutan akan dipanggil.

“Nanti kita akan layangkan surat panggilan ketiga tapi saya belum bisa pastikan waktunya. Nanti tim penyidik yang tentukan jadwal pang­gilannya, “ujarnya.

Baca Juga: Asyik Main Judi, Mantan Anggota DPRD Buru Dibekuk

Disinggung apakah ada kemung­kinan penyidik melakukan panggilan paksa apabila Kepsek tidak hadiri panggilan ketiga, Talompo enggan berkomentar.

“Kalau soal panggilan paksa, saya belum bisa komentar soal itu yah. Nanti kalau ada perkembangan atau info lanjutan saya akan kabari, “pungkasnya.

Tolak SPDP Jaksa

Sebelumnya, Kepala SMPN 9 Lona Parinusa menolak Surat Pe­rintah Dimulainya Penyidikan (SP­DP) yang diserahkan oleh tim Pidsus Kejari Ambon, terkait dengan pe­nyidikan kasus dugaan korupsi ang­garan dana BOS di sekolah tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Kasi Intel Kejari Ambon, Alfreds Talompo kepada Siwalima diruang kerjanya, Kamis (7/11).

“Terlepas dari proses pra pera­dilan yang diajukan oleh pemohon Kepala SMP 9, kemudian kita pe­nyidik mengacu pada putusan itu menerbitkan Srindik baru. Dan Sprindik itu kemudian diterbitkanlah SPDP yang menurut aturan, kita harus serahkan kepada kepala SMP 9 Ambon, “ungkapnya.

Menurutnya, ketika tim Pidsus membawa SPDP ke SMP 9, penyidik diterima dengan baik oleh kepala sekolah di ruangannya. Saat itu, Kepala SMP 9 sudah menerima SPDP itu bahkan sudah membacanya, akan tetapi yang bersangkutan me­nolak menerimanya kembali.

“Waktu itu tanggal 29 Oktober, tim Pidsus Kejari Ambon membawa surat penyidik membawa ke Kketua RT dan juga Lurah setempat sebagai proses penyerahan. Akan tetapi ke­tika  tim menyerahkan SPDP kepada kepsek membuka surat itu, kemudian beliau membacanya namun beliau tidak mau menerima SPDP itu. Itu disaksikan oleh RT dan Lurah,” tuturnya.

Tidak hanya itu, Alfreds juga mengakui bahwa tim Pidsus juga membawa SPDP ke rumah Kepala SMP 9 Ambon. Namun saat itu, Kepala SMP 9 Ambon mengeluarkan kata-kata bahwa jaksa bertindak arogan. Padahal, menurut Alfreds, pihaknya menyerahkan surat itu secara baik-baik dan tidak bertindak arogan seperti yang dikatakan oleh Kepala SMP 9.

Kendati demikian, Kejari Ambon tetap menyelidikan kasus ini sesuai dengan mekanisme dan aturan hukum yang berlaku.

Terbitkan Sprindik Baru

Seperti diberitakan sebelummnya, Kejaksaan Negeri Ambon telah me­nerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang baru untuk meng­usut ulang kasus dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada SMP Negeri 9 Ambon.

Sprindik baru yang diterbitkan oleh Kejari Ambon tersebut tertang­gal 28 Oktober 2024, menyusul pembatalan penetapan tersangka yang dilakukan Pengadilan Negeri Ambon, terhadap praperadilan yang diajukan Kepala SMPN 9 Ambon, Lona Parinussa.

Demikian diungkapkan, Kasi Intel Kejari Ambon, Alfreds Talompo bersama Kasi Pidsus Amri Bayakta kepada Siwalima di ruang kerja, Rabu (30/10).

“Kita sudah menerbitkan Sprindik baru, saya lupa nomor sprindiknya namun yang pasti terhadap Sprindik itu kita juga telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru yang bersifat umum pada tanggal 28 Oktober kemarin, “ucap Talompo.

Setelah menerbitkan SPDP, lanjut­nya, pihak Kejari telah menyerahkan surat itu kepada Kepala SMP 9 Ambon pada Rabu 29 Oktober 2024.

“Kita juga sudah serahkan SPDP itu kemarin kepada kepala SMP 9, “ujarnya.

Ia menerangkan, SPDP baru yang telah diterbitkan oleh penyidik Kejari Ambon lantaran pengadilan menya­takan penetapan tersangka terhadap kepsek tidak sah.

“Yang mana dalam amar putusan praperadilan yang dilayangkan oleh Kepala SMPN 9 itu salah satu amar­nya menyatakan bahwa penetapan tersangka tidak sah, sehingga gu­gur, “terangnya.

Sehingga dari Praperadilan itu, tim penyidik mengambil langkah-lang­kah yang tentu saja berkaitan de­ngan aturan. Karena intinya, pra­peradilan itu sebagai koreksi yang berkaitan dengan formil, baik itu penetapan tersangkanya dan pe­nang­kapannya.

“Putusan praperadilan itu ber­kaitan dengan syarat-syarat formil saja, tetapi tidak dengan perkaranya. Jadi kita akan lakukan proses yang baru ini sesuai dengan aturan yang berlaku, “pungkasnya.

Hakim Batalkan

Seperti diberitakan sebelumnya, hakim tunggal praperadilan memba­talkan penetapan Kepala SMP Negeri 9 Ambon, Lona Parinussa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana BOS tahun 2020-2023.

Kata hakim Dedy Sahusilawane, Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Ambon Nomor: Print- 03/Q.1.10/Fd.2/06/2024 Tang­gal 12 Juni 2024 tentang dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana BOS SMP Negeri 9 Ambon Tahun Anggaran 2020 sampai 2023, tidak sah dan batal demi hukum

Hakim menjelaskan, penetapan tersangka Lona Parinussa sebagai pemohon praperadilan yang diter­bitkan atas dasar surat perintah penyidikan Kajari Ambon Nomor :Print- 03/Q.1.10/Fd.2/06/2024 tanggal 12 Juni 2024 dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pembe­rantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberan­tasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasall 55 Ayat (1) Ayat 1  ke 1 KUHP adalah tidak sah dan melawan hukum.

Hakim menegaskan, surat pene­tapan tersangka batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Hakim juga menyatakan, semua alat bukti yang sebelumnya ber­kaitan dengan materi perkara tindak pidana korupsi penggunaan dana BOS SMP Negeri 9 Ambon Tahun anggaran 2020 S/D Tahun 2023, dengan pasal sangkaan terhadap pemohon diduga melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dian­cam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 Tentang Peru­bahan atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) Jo Pasall 55 Ayat (1) Ayat 1  ke 1 KUHP adalah tidak sah.

Kejari sebagai termohon diperin­tahkan untuk menghentikan penyi­di­kan terhadap pemohon, dan tidak sah segala keputusan atau pene­tapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh termohon yang berkaitan dengan penyidikan dan penetapan tersangka terhadap pemohon.

Selain itu Hakim meminta, me­mulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Bahkan memerin­tahkan panitera Pengadilan Negeri Ambon mengumumkan isi peneta­pan rehabilitasi dengan menem­patkannya pada papan pengumu­man pengadilan dan membebankan biaya yang timbul kepada negara. (S-26)