AMBON, Siwalimanews – Gubernur Maluku, Murad Ismail geram, karena banyak pim­pinan organisasi pe­rangkat daerah (O­PD) yang tidak meng­hadiri rapat koordi­nasi membahas pe­na­nganan konflik sosial di Maluku, Kamis (29/8) di Swissbell Hotel Ambon.

Pimpinan OPD di lingkup Pemprov Ma­luku yang hadir terli­hat hanya Kadis Ke­hutanan Sadly Ie, Kadis ESDM Fauzan Khatib, Plt Kadis Ling­kungan Hidup Roy Siauta.

“Saya kecewa, Saya akan ganti kalian semua. Jangan anggap remah, ini momen penting,” tandas gubernur sebelum membaca sambutannya.

Gubernur meminta peran masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban di masing-masing daerah.

Masalah keamanan, kata gubernur, bukan semata-mata tanggung jawab aparat TNI/Polri dan pemerintah, tapi peran serta masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam menjaga ketertiban dan kenyamanan dalam masyarakat.

Baca Juga: PLN Biarkan Nyawa Warga Terancam

Olehnya itu, rakor ini sangat tepat dilaksanakan sebagai langkah pencegahan sebelum terjadinya konflik di kalangan masyarakat, khususnya di Provinsi Maluku.

“Saya mengapresiasi kegiatan ini sebagai wujud kecintaan dan tanggung jawab kita sebagai aparatur pemerintah bersama masyarakat guna menciptakan ketahanan nasional yang tangguh, khususnya dalam rangka menghadapi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dari luar maupun dari dalam, baik langsung maupun tidak langsung, yang membahayakan eksistensi negara,” tandas gubernur.

Mantan Komandan Korps Brimob Polri ini mengatakan, dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini, sering disuguhkan dengan berbagai macam dinamika sosial. Salah satunya adalah terjadinya konflik baik antar warga masyarakat,  warga masyarakat dengan dunia usaha dan juga terjadi antar warga masyarakat dengan pemerintah.

“Fenomena tersebut, tentunya kita harus melakukan berbagai upaya penanganan yang muaranya adalah mewujudkan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa sebagaimana amanah konstitusi yang menjadi pegangan kita bersama,” ungkap gubernur.

Untuk itu, langkah-langkah penanganannya harus dikedepankan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang  Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, yang mana ruang lingkupnya meliputi, pencegahan konflik, penghentian konflik dan pemulihan pasca konflik.

Gubernur menguraikan, penanganan konflik yang dilakukan antara lain bersumber dari permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya, perseteruan antar umat beragama, antar suku, dan antar etnis.

Selain itu,  juga sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota dan atau provinsi, sengketa sumber daya alam antar masyarakat dan antar masyarakat dan pelaku usaha, dan distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.

Mengatasi hal ini, lanjutnya, serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik sosial di kalangan masyarakat oleh pemerintah daerah terus dilakukan melalui upaya memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik, membangun sistem peringatan dini.

“Saya yakin, dengan kita selalu berikhtiar untuk melakukan langkah-lagkah pencegahan sebagaimana yang sedang dilakukan saat ini, maka segala resiko kerusakan dan kerugian yang lebih besar dapat kita minimalisir sejak dini,” tandas gubernur.

Hadir dalam acara rakor itu, Asisten Deputi Koordinasi Penanganan Konflik dan Keamanan Transportasi Kemenko Polhukam, Irjen Pol. Drs. Bambang Sugeng, pemda kabupaten dan kota se-Maluku, tokoh agama,  tokoh masyarakat dan sejumlah pihak lainnya. (S-39)