AMBON, Siwalimanews – Tuduhan Kuasa Hukum 52 Kepala Keluarga di Desa Hunuth Durian Patah kepada Ketua Partai Nasdem Kota Ambon, Mourits Tamaela dinilai berbauh Fitnah.

Ketua Badan Hukum (BAHU) Partai Nasdem Adam Hadiba menegaskan, tuduhan yang dilayangkan Herman Hattu merupakan perbuatan melawan hukum, karena dinilai telah membuat laporan polisi dengan dalil yang tidak benar.

“Apa yang dilaporkan kuasa hukum 52 KK warga Hunuth itu bohong, tuduhan itu tidak benar alias fitnah atau asal bunyi,” tegas Adam dalam keterangan persnya di Ambon, Kamis (23/9).

Adam mengaku, selama ini selaku kuasa hukum,yang mendampingi Mourtis terkait upaya yang bersangkutan dalam memperjuangkan hak kepemilikan warisan tanah dimaksud, sehingga otomatis ia sangat tahu dasar dan seluruh tahapan yang dilakukan.

Bahkan Adam dengan tegas membantah seluruh tuduhanya yang dilayangkan Hattu. Sementara menyangkut laporan tersebut, pihaknya akan menanggapinya dihadapan pihak kepolisian, namun hal ini perlu mendapat tanggapan balik demi meluruskan opini publik terhadap apa yang dituduhkan kepada Mourits.

Baca Juga: Tim SAR Hentikan Pencarian 25 ABK KM Hentri

Dijelaskan, tanah bekas eighendom verponding 1036 yang terletak di Desa Hunuth Durian Patah, Kecamatan Teluk Ambon itu adalah tanah bekas hak barat milik Petrus Tamaela yang telah dibagi kepemilikannya kepada 11 keturunan, dan telah dikuasakan kepada salah salah satu ahli warisnya, yakni Mourits Tamaela.

“Tanah eighendom itu milik Petrus Tamaela yang telah dibagi kepada keturunnya. bukti itu ada di BPN Kota Ambon, dan saudara Mourits itu ahli waris yang mendapat kuasa resmi dari para pemegang hak warisan, untuk mengurus dan mengatur seluruh hak dimaksud. Jadi tidak ada yang menyerobot atau mengambil hak orang lain, itu milik mereka dan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara ini,” tandas Adam.

Sedangkan, berkaitan bukti putusan PN Ambon, PT hingga putusan MA yang diklaim sebagai dasar penguasaan negara itu tidak secara mutlak menghilangkan status kepemilikan dari bekas pemegang hak barat dimaksud.

Mengingat gugatan yang dilayangkan oleh penggugat dalam hal ini ayah dari Mourits Tamaela yakni Lodewik Tamaela (alm) adalah berkaitan dengan hasil alam berupa pengambilan batu kali dan penebangan pohon secara sepihak, yang diambil dan dijual seenaknya oleh mantan Kades Hunuth yakni Reinhard Kapuw tanpa meminta Ijin dari keluarga Tamaela selaku pemilik.

“Putuan pengadilan sampai dengan MA itu tidak berkaitan status tanah, tapi berkaitan galian C dan penebangan pohon yang dijual kala itu oleh mantan kades. Gugatan Lodewik Tamaela itu memang ditolak, namun didalam amar putusan itu tidak menghapus status kepemilikan dari pemegang hak sebelumnya,” beber Adam.

Selain itu, menyangkut tahapan pelaksanaan program sertifikat nasional yang akan dilakukan BPN Kota Ambon tahun 2014 yang sempat ditunda, itu akibat sanggahan yang dilayangkan oleh keluarga ahli waris Tamaela, karena belum adanya penyelesaian antara warga yang menempati tanah dimaksud.

Namun pada awal tahun 2021 lalu, Mourits Tamaela selaku ahli waris, telah melakukan upaya persuasif bersama Pemerintah Desa Hunuth dan BPN Kota Ambon agar dapat melaksanakan program PTSL.

“Berdasarkan hal itu, pihak BPN bersama Pemdes Hunuth menyepakati itikad baik dari keluarga Tamaela, sehingga turut mengajak masyarakat untuk mengambil langkah musyawarah bersama pihak keluarga Tamaela yang berlangsung pada 22 Maret 2021,” ungkap Adam.

Dalam pertemuan dimaksud, telah disepakati adanya kompromi yang nantinya dilakukan antara warga dengan keluarga Tamaela yang melibatkan pemerintah desa, sehingga Keluarga Tamaela telah memberikan surat keterangan pelepasan hak kepada 82 KK untuk mengusulkan permohonan sertifikat di BPN Kota Ambon.

Namun dalam tahapan itu, terdapat sebagian warga dibawah pengaruh mantan Kades periode 2015-2021, Jondri Kapuw yang tidak mau melakukan kerjasama dengan keluarga Tamaela, dan membentuk poros alansi yang ditopang oleh Herman Hattu selaku  untuk melawan kelaurga Tamaela.

Alhasil, langkah yang dilakukan Hattu bersama warga tidak kunjung membuahkan hasil, mengingat upaya mereka untuk memproses sertifikat tanah di BPN tidak dapat dilakukan, melainkan yang diproses hanya berjumlah 84 KK atas dasar pelepasan hak dari keluarga Tamaela dan alas hak dari Pemrintah Desa Hunuth. (S-51)