Bahasa Daerah dalam Slogan Politik
Tidak lama lagi, kita akan mengikuti pemilihan umum kepala daerah yang sering kita sebut sebagai pemilukada atau pilkada. Selain menyiapkan program-program andalan yang akan dilaksanakan jika mereka terpilih, setiap pasangan calon kepala daerah pastinya akan memikirkan strategi-strategi kampanye untuk menarik perhatian masyarakat. Salah satu cara untuk menarik perhatian masyarakat yang masih populer sampai saat ini adalah baliho. Pada masa-masa kampanye, kita bisa menemukan baliho-baliho besar yang memuat gambar disertai nama paslon tertentu. Sebuah artikel penelitian dari Ida Ayu Sutarini yang berjudul “Pengukuran Efektifitas Penggunaan Media Baliho pada Pemilihan Umum 2019 terhadap Generasi Milenial” (dipublikasikan melalui Prosiding Seminar Nasional Desain dan Arsitektur [SENADA] Vol. 2, Februari 2019) menjelaskan bahwa baliho berhasil membentuk dan meningkatkan elektabilitas calon legislatif pada generasi milenial. Hal ini terjadi karena baliho memegang peranan penting dalam proses sosialisasi dan pemberian pemahaman politik kepada masyarakat sebagai calon pemilih.
Selain nama dan gambar pasangan calon, baliho pada umumnya juga memuat slogan yang dibuat oleh pasangan calon tersebut. Slogan-slogan ini tentu saja mendukung program-program yang dikemukakan dan bertujuan untuk menarik perhatian masyarakat sebagai pemilih. Salah satu hal menarik yang terlihat pada slogan yang terdapat pada baliho-baliho tersebut adalah adanya penggunaan bahasa daerah di dalamnya. Penggunaan bahasa daerah pada slogan-slogan politik dapat berupa kalimat utuh ataupun sisipan kata bahasa daerah. Contoh slogan yang ditemui pada baliho di Kota Ambon adalah “Bangun Ambon deng Hati”, “Mari Biking Tarus Supaya Ambon Jadi Ambon Par Samua”, “Baku Kele Rame-Rame, Manyala” dan masih banyak lagi slogan serupa yang dapat kita jumpai pada baliho-baliho yang terpasang di berbagai tempat. Hal ini tidak hanya dilakukan di Kota Ambon. Bahkan, penggunaan bahasa daerah untuk kampanye secara langsung pun masih sering menjadi pilihan.
Seperti kita ketahui, bahasa daerah merupakan identitas yang melekat pada setiap penuturnya. Penggunaan bahasa daerah pada slogan-slogan politik, baik berupa kalimat utuh maupun penyisipan kata dalam kalimat tentu, memiliki tujuan tertentu. Tidak bisa dimungkiri bahwa media kampanye seperti baliho adalah media yang mudah dijangkau dan terbuka untuk semua calon pemilih. Kemudahan akses ini memungkinkan calon pemilih mengenal pasangan calon yang akan dipilih. Dalam artikel berjudul “Analisis Diksi dan Gaya Bahasa pada Baliho Kampanye Pemilu di Kabupaten Magetan Tahun 2018” yang dipublikasikan melalui Jurnal Widyabastra Volume 6 Nomor 1 (2018), Dwi Nur Prasetyo, dkk. menjelaskan bahwa bahasa pada baliho kampanye pemilu harus bisa menyampaikan maksud dari calon wakil rakyat secara jelas. Penggunaan kata ataupun kalimat bahasa daerah pada slogan-slogan tersebut bisa menjadi sangat efektif untuk menjaga hubungan antara pasangan calon pemimpin dan masyarakat sebagai pemilih.
Salah satu fungsi bahasa daerah adalah sebagai identitas bagi masyarakat penuturnya. Dalam artikelnya yang berjudul “Peran Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam Pembentukan Karakter”, Devianti menjelaskan bahwa salah satu fungsi bahasa daerah adalah sebagai lambang identitas daerah (Jurnal Ijtimaiyah Vol. 1 No. 2, 2017). Bagi kelompok sosial tertentu, bahasa bukan sekadar sistem tanda, melainkan lambang identitas sosial. Pada tataran praktik politik, penggunaan bahasa daerah pada slogan yang ada pada baliho-baliho pasangan calon pemimpin dapat memengaruhi persepsi politik masyarakat terhadap tokoh tersebut. Pada contoh slogan di atas, para calon pemimpin menggunakan bahasa Melayu Ambon karena akan bersaing pada pilkada di Kota Ambon. Melalui penggunaan bahasa daerah pada slogan-slogan itu, para calon pemimpin berusaha untuk menunjukkan identitasnya sebagai bagian dari masyarakat Kota Ambon. Melalui penggunaan bahasa daerah tersebut, masyarakat dapat lebih mengenali calon pemimpin yang akan mereka pilih karena memiliki kesamaan identitas. Dengan bahasa daerah itu pula, pesan ataupun ajakan-ajakan yang disampaikan oleh para calon pemimpin dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat memengaruhi pilihan para calon pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum.
Upaya yang dilakukan oleh para calon pemimpin untuk menunjukkan identitas sosialnya melalui penggunaan bahasa daerah, baik melalui media-media kampanye seperti baliho maupun dalam kampanye yang disampaikan langsung, bisa menjadi sangat efektif untuk menjaga kedekatan dirinya dengan masyarakat calon pemilih. Melalui bahasa daerah, para calon pemimpin membangun ikatan emosional dengan masyarakat sehingga tingkat elektabilitasnya sebagai tokoh politik dapat terus meningkat. Dari uraian tersebut, kita bisa melihat bahwa peran bahasa daerah sebagai identitas sosial masih sangat besar. Meskipun identitas sosial itu bukan alasan utama bagi pemilih untuk memilih pasangan tertentu, identitas yang ditunjukkan melalui penggunaan bahasa daerah dalam berbagai media kampanye masih menjadi salah pilihan bagi sebagian calon pemimpin. Dengan kesamaan identitas tersebut, masyarakat hendaknya menjadi pemilih cerdas. Masyarakat tidak hanya memilih berdasarkan kesamaan identitas, tetapi juga melihat berbagai potensi yang dimiliki oleh calon pemimpin untuk memajukan daerahnya. Oleh: Wahyudi Pasapan, S.S. Widyabasa Ahli Pertama Kantor Bahasa Provinsi Maluku.(*)
Baca Juga: Menemukan kembali Indonesia
Tinggalkan Balasan