AMBON, Siwalimanews – Aparat penegak hukum yaitu jaksa dan poilisi, diminta segera turun tangan mengu­sut proyek siluman di Dinas PUPR Maluku.

Diketahui dinas yang dipimpin Muhamat Marasabessy itu meng­garap proyek air bersih di Keca­matan Sirimau, Kota Ambon tanpa penetapan anggaran pendapatan dan belanja Daerah (APBD) peru­bahan, yang semestinya dilakukan bersama DPRD Maluku.

Proyek air bersih yang dikerjakan dengan dana Rp1 miliar lebih, ber­asal dari APBD Perubahan tahun 2022. Padahal faktanya DPRD belum mengetuk palu penetapan anggaran tersebut.

Proyek yang dikerjakan diam-diam itu adalah pengeboran lanjut pada pekerjaan sebelumnya yang dibia­yai SMI, namun tidak bisa dinikmati warga.

Menanggapi hal ini, akademisi hukum Unidar, Rauf Pelu menilai, langkah diam-diam yang dilakukan PUPR dengan mengerjakan proyek tanpa ada penetapan APBD Peru­bahan dinilai sebagai tindakan menyalahi aturan.

Baca Juga: Kasus Mantan Bupati Buru Diselesaikan dengan Restoratif Justice

Dia menyebutkan, proyek silu­man milik PUPR dipertanyakan, dasar hukum yang digunakan PUPR untuk membayar pihak kontraktor.

“Ini proyek siluman karena di­kerjakan diam-diam tanpa ketuk palu DPRD Maluku, dan APBD Peru­bahan jika gunakan anggaran itu belum diketuk palu. Sehingga pro­yek air bersih ini harus dihentikan,” ujar Pelu kepada Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (17/8).

Langkah menyalahi aturan ini merupakan tindakan yang tidak be­narkan dalam aturan yang dilakukan PUPR, karena itu dia menilai, aparat penegak hukum baik jaksa dan polisi melakukan penyelidikan kasus ini, sehingga tidak ada lagi kesalahan yang dilakukan kedepannya.

“Ya jaksa atau polisi usut saja, lakukan penyelidikan karena proses ini dipaksakan kerja diam-diam oleh PUPR tanpa disetujui DPRD, karena APBD Perubahan itu belum ditetap­kan. Jika dipaksakan kerjakan lalu proses pembayarannya bagaimana,” tanya dia.

Selain meminta kejaksaan atau kepolisian usut. Dia juga meminta, DPRD Maluku memanggil Dinas PUPR mempertanyakan proyek air bersih yang dikerjakan PUPR. “Ya karena tidak diketahui dewan dan belum ketuk palu, maka DPRD panggil PUPR dan pertanyakan,” pintanya.

Desak Investigasi

Di tempat terpisah Koordinator Wilayah Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku, Yan Sariwating me­minta, aparat penegak hukum baik jaksa dan polisi melakukan inves­tigasi ataupun penyelidikan terha­dap proyek air bersih milik Dinas PUPR.

“Ya lakukan investigasi oleh jaksa atau polisi untuk usut, karena ini sudah menyalahi aturan,” ujar Sari­wating saat diwawancarai Siwalima melalui telepon selulernya, Rabu (17/8).

Sariwating meyayangkan langkah Dinas PUPR yang memaksakan proyek dikerjakan tanpa ada peren­canaan lebih awal termasuk peneta­pan anggaran oleh DPRD Maluku.

“Ini sudah salahi aturan, lalu bagai­mana pembayarannya jika tidak melalui persetujuan DPRD, ini bisa menimbulkan masalah di kemudian hari,” ujarnya.

Sariwating meminta, aparat pene­gak hukum usut, karena tindakan dinas PUPR yang telah menyalahi aturan ini tidak bisa dibiarkan terus terjadi.

Disesali Akademisi

Akademisi Universitas Pattimura menilai Dinas PUPR yang mengga­rap proyek air bersih di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon di luar APBD, menyalahi aturan.

Proyek gagal SMI ini dibangun dengan menggunakan dana APBD Perubahan tahun 2022, namun proyek ini dipaksakan kerja oleh Dinas PUPR tanpa melalui ketuk palu DPRD Maluku.

Akademisi Fisip Unpatti Victor Ruhunlela mengatakan, persoalan penunjuk kontraktor untuk menger­jakan proyek diluar APBD menjadi masalah klasik yang bukan saja terjadi di PUPR Maluku tetapi di kabupaten dan kota juga.

Dia menilai, PUPR harus ber­tanggungjawab ketika persoalan pengerjaan proyek tanpa diatur dalam APBD ini.

Selain itu, katanya, Komisi III DPRD Provinsi Maluku juga harus bertanggungjawab karena gagal dalam mengawasi APBD.

DPRD dalam fungsinya semesti­nya me­ngawasi secara ketat setiap program dan kegiatan yang telah di­tetap­kan dalam APBD bukan seba­lik­nya membiarkan PUPR melakukan peker­jaan tanpa disepakati dalam APBD.

“Mestinya kalau PUPR nekat kerja diluar APBD maka DPRD harus pa­nggil dan tegur PUPR bukan mem­biarkan pekerjaan tetap dilakukan,” tegas Ruhunlela.

DPRD kata Ruhunlela bukan saja bertugas untuk mengawasi proyek tetapi juga harus mengawasi kebija­kan yang dituangkan dalam APBD, agar tidak terjadi sistim pekerjaan dengan modal kancing bayar.

Jika DPRD tidak tegas, maka akan memunculkan masalah baru yakni hutang kepada kontraktor seperti yang terjadi di Kabupaten Kepulau­an Tanimbar, sebab Dinas PUPR Maluku memaksakan kontraktor melakukan pekerjaan tanpa ada kontrak yang akhirnya merugikan kontraktor.

Ruhunlela pun berharap DPRD da­pat menunjukkan taringnya untuk me­mintakan pertangungjawaban Dinas PUPR Maluku agar tidak menimbulkan masalah baru ke depannya.

Terpisah, akademisi Fisip UKIM Amelia Tahitu juga menyayangkan lemahnya pengawasan yang dilaku­kan DPRD Provinsi Maluku terhadap setiap kebijakan yang diambil Dinas PUPR Maluku.

“Kalau model begini siapa yang awasi siapa, DPRD mestinya berta­ng­gungjawab,” tegas Tahitu.

Dijelaskan, DPRD dengan kewe­nangan yang diberikan harus meng­awasi ketat setiap kegiatan PUPR, artinya pekerjaan yang dilakukan kontraktor dilapangan harus sesuai dengan APBD.

Jika pengawasan DPRD tidak maksimal dan terkesan melakukan pembiaran terhadap setiap kebija­kan PUPR, maka akan mencoreng insitusi karena Dinas PUPR tidak mengindahkan keputusan yang dibuat DPRD dan Pemda.

Olehnya, Tahitu berharap DPRD dapat memanggil Dinas PUPR dalam memberikan ketegasan sebab perso­alan ini berkaitan dengan pertang­gungjawaban anggaran daerah

Bungkam

Sementara itu sejumlah Komisi III DPRD Provinsi Maluku memilih bu­ngkam dengan persoalan penger­jaan proyek air bersih di Kecamatan Sirimau yang diduga menyalahi aturan lantaran belum putuskan dalam APBD Perubahan tahun 2022.

Diketahui, Dinas PUPR Maluku nekat melakukan pekerjaan dengan melobi kontrak yang berasal dari Makasar untuk mengerjakan proyek, walupun belum dianggarkan dalam APBD murni  maupun APBD pe­rubahan tahun 2022.

Walaupun diduga menyalahi aturan namun wakil rakyat di Karang Panjang memilih untuk bungkam terhadap keputusan PUPR yang te­lah melakukan pengeboran air bersih tanpa adanya nomenklatur proyek.

Anggota Komisi III, M Hatta He­hanussa yang dikonfirmasi eng­gan memberikan tanggapan dengan ala­san, harus melakukan koordinasi ber­sama Dinas PUPR Maluku karena tidak ingin salah dalam memberikan komentar. “Sabar kawan nanti beta komu­nikasi dengan PUPR dulu jang sam­pai salah,” ujar Hehanusa.

Sikap sama juga ditunjukkan anggota komisi III Fauzan Husni Alkatiri yang menolak berkomentar dengan alasan serupa. “Beta belum tahu nanti Beta komunikasi dulu,” ungkap Alkatiri.

Anggota komisi III lainnya, Anos Yermias juga menolak untuk mengo­mentari persoalan pengerjaan air bersih dengan alasan tidak memiliki kewenangan untuk memberikan pen­dapat. “Tanya saja ke pimpinan karena dong punya wewenang,” cetus Anos.

Sementara itu, wakil ketua Komisi III Saodah Tethool ketika dimintai ke­terangan menolak untuk mem­berikan keterangan. “Kalau itu Jang Beta dulu,” ujar Tethool.

Tak Ada Anggaran

Dinas PUPR diduga menyalahi aturan, kembali menggarap proyek air bersih SMI yang sebelumnya gagal di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.

Hebatnya lagi, pengerjaan proyek tersebut dikakukan tanpa penetapan anggaran pendapatan dan belanja Daerah perubahan, yang semestinya dilakukan bersama DPRD Maluku.

Proyek air bersih yang dikerjakan dengan dana Rp1 miliar lebih ini berasal dari APBD Perubahan tahun 2022. Padahal DPRD belum ketuk palu penetapan anggaran tersebut.

Menurut sumber Siwalima di Pemprov Maluku, Dinas PUPR me­ngerjakan proyek gagal di lokasi yang sama di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon dengan anggaran APBD Perubahan tahun 2022. Hanya saja, sampai dengan saat ini APBD Perubahan belum ditetapkan oleh DPRD Maluku. “Ini saja sudah menyalahi aturan, sumber dana dari APBD Perubahan tahun 2022, tetapi APBD-P saja belum ketuk palu oleh DPRD Ma­luku. ini hanya menutupi sumber dana SMI itu,” ujar sumber yang enggan nama­nya dikorankan kepada Siwalima, Senin (15/8).

Alhasil, kata sumber itu, proyek air bersih yang kembali digarap oleh PUPR di lokasi yang sama itu diker­jakan tanpa ada papan proyek.

“Jika pekerjaan itu oleh kontraktor dari luar daerah itu mengatakan bahwa itu sistim kancing bayar, tetapi pertanyaannya Dinas PUPR mem­bayar pakai uang apa, uang daerah kan, nah uang daerah itu harus ada persetujuan DPRD, kita cek ternyata anggarannya pakai APBP Perubahan. Pertanyaan juga APBP ini belum diketuk palu. Tapi Dinas PUPR kerja­kan saja dan nego dengan kontraktor.  Ini kan saja sudah salahi aturan. Mestinya ada papan proyek supaya masyarakat tahu sumber dananya dari mana,” katanya lagi.

Sumber ini juga menyebutkan, untuk menentukan kedalaman pe­ngeboran itu ditentukan oleh PU, berdasarkan geo listirik yang dila­kukan orang geologi. Untuk men­deteksi potensi air tanah.

“Misalnya ketika mendeteksi air tanah itu berada di kedalaman 100 meter, berarti kontrak pengeboran kedalaman 100 meter. Jika tidak dapat air misalnya maka PU yang komplein, bukan pihak ketiga. Karena PU yang menentukan kedalaman air 100 meter dengan nilai sekian,” lanjut sumber itu.

Masalahnya, masih kata sumber ini, anggaran belum ada, tetapi Dinas PUPR paksakan kerja.

Diduga ujar sumber ini, Dinas PUPR mengerjakan proyek air bersih ini ulang secara diam-diam untuk menutupi dana SMI. “Ini diduga kerjakan diam-diam, karena musti ada anggaran dolo baru kerjakan proyek, harus juga ada papan proyeknya. Ini kan tidak ada,” ujar sumber itu lagi.

Proyek SMI Gagal

Diberitakan sebelumnya, Dinas PUPR kembali menggarap proyek air bersih di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon yang sebelumnya gagal.

Proyek dengan nilai kontrak Rp14,4 miliar yang bersumber dari pinjaman PT Sarana Multi Infra­struktur.  Dinas PUPR Maluku kem­bali melanjutkan pengeboran.

Pantauan Siwalima, Dinas PUPR Maluku kembali melakukan penge­boran air bersih dilokasi RT 005/RW 02 Kelurahan Batu Meja dengan me­nggandeng kontraktor dari Makassar.

Pekerjaan pengeboran air bersih yang diketahui dikerjakan oleh kontraktor bernama Candra itu, telah dilakukan sejak dua pekan lalu dan progres terus mengalami kemajuan dengan mendapatkan air tetapi masih terus dilakukan pengeboran hingga kedalaman 120 meter.

“Ini baru kita mulai, ini bor baru dan sudah dapat air itu tinggal kita bor lagi sampai 120 meter,” ungkap salah satu pekerja yang namanya tidak mau dikorankan kepada warta­wan di lokasi, Jumat (12/8).

Dijelaskan, pekerjaan yang dilaku­kan ini menggunakan sistim kancing bayar artinya, Dinas PUPR Maluku akan membayar kepada kontraktor jika berhasil mendapatkan air, dan se­baliknya jika tidak berhasil maka Dinas PUPR tidak akan membayar.

Ditanya terkait dengan alasan memilih lokasi sumur yang baru, pe­kerjaan tersebut mengatakan pihak­nya telah mengecek langsung kadar air pada lokasi sumur yang lama, tetapi tidak didapatkan sumber air maka dicari sumber yang baru.

Diakuinya, bukan saja penge­boran di lokasi lapangan tenggara tersebut, kontraktor Candra juga telah melakukan pengeboran di pesantren Galunggung. “Bukan disini saja ada juga di beberapa titik yang kemarin gagal dikerjakan,” ujarnya.

Pekerja tersebut itu tidak enggan mengomentari terlalu jauh dan minta agar dikonfirmasi ke Dinas PUPR Maluku. “Kita tidak tahu, dikonfirmasi ke dinas saja,” tegasnya.

Tanyakan Pembayaran

Anggota komisi III DPRD Provinsi Maluku, Fauzan Husni Alkatiri me­ngakui, jika pihaknya tidak menge­tahui adanya pengerjaan proyek air bersih yang kembali dilakukan oleh Dinas PUPR Maluku.

Dijelaskan, jika pekerjaan masih dilakukan maka yang menjadi perta­nyaanya program SMI yang telah selesai dan Pemda telah menyam­paikan laporan secara lengkap ke Kementerian Keuangan, tetapi masih ada pekerjaan yang dikerjakan.

“Ini tanda tanya, dalam agenda rapat telah dipertanyakan air bersih yang tidak beres memang ada bahasa dari Dinas PUPR, bahwa ada dalam upaya penyelesaian lalu apa yang dilaporkan ke Departemen Keuangan,” tanya Alkatiri.

Alkatiri lantas mempertanyakan jika pekerjaan kembali dilakukan maka dasar hukum apakah yang digunakan untuk melakukan pembayaran, sebab sepengatahuannya tidak ada pem­bahasan terkait dengan anggaran bagi pengerjaan air bersih baru di lokasi SMI.

“Dasar hukumnya seperti apa, dasar hukumnya pembayarannya seperti apa, apakah melalui denda atau sumber anggaran tak terduga lain dari Dinas PUPR, itu yang perlu mendapat penjelasan dari PUPR,” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan pekerjaan dengan sistim kancing bayar yang disepakati antara Dinas PUPR dengan kontraktor Canda, sebab dalam sistim pengelolaan anggaran negara tidak mengenal sistem kancing bayar.

“Kancing bayar tidak dikenal dalam proses anggaran negara, itu menandakan bahwa ada yang tidak beres dalam pengelolaan keuangan daerah,” tandasnya.

Alkatiri menilai, pekerjaan air bersih yang kembali dilakukan seba­gai bentuk pemborosan anggaran daerah karena 14.4 miliar telah dialokasi bagi pengerjaan sebelum tetapi gagal dirasakan masyarakat.

Menurutnya, jika pekerjaan pen­cairan sudah cair seratus persen maka diduga kuat ada mark-up, pro­gres sebab progres pekerjaan yang belum seratus persen tapi dilapor­kan seratus persen maka dicairkan.

Politisi PKS Maluku ini mene­gaskan, pihaknya akan memperta­nyakan langsung kepada Kepala Dinas PUPR Maluku dalam agenda pembahasan LPJ Gubernur Tahuan 2021 yang akan dibahas.

Sementara itu, Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Maluku, Ela Sopalatu tidak berhasil dikonfirmasi Siwalima  lantaran telepon seluler­nya tidak aktif.

Bermasalah

Proyek air bersih di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon yang berasal dari pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional PT Sarana Multi Infrastruktur tahun 2020, dengan nilai proyek Rp14.4 miliar tersebut, tersebar pada tujuh titik.

Tujuh titik proyek air bersih yang dikerjakan oleh PT Bina Cipta Amanah antara lain, Keluruhan Batu Meja RT 005/RW 002 tepatnya di lapangan tenggara, Kayu Tiga RT 02/RW05, di Dusun Air Kuning samping Masjid Madinatul Hijrah, Dusun Kahena dekat Kampus IAIN, pesantren Galunggung, Dusun Bere-Bere, Desa Soya dan kawasan Kopertis Karang Panjang.

Untuk pembangunan air bersih di Dusun Air Kuning samping Masjid Madinatul Hijrah baik bak penam­pungan, panel Surya dan sumur bor telah berjalan dan masyarakat sekitar telah menikmati air bersih.

Selanjutnya, untuk pembangunan air bersih di Desa Soya seluruh fasilitas pendukung seperti bak penampungan, panel surya telah selesai dibangun dan berdasarkan pengakuan warga setempat, air bersih telah dinikmati sejak tiga bulan lalu.

Sementara itu, untuk pemba­ngunan air bersih di Bere-Bere dan Kopertis terlihat semua fasilitas air bersih baik bak, panel surya dan jaringan air bersih telah terpasang dan masyarakat telah menikmati air bersih dengan baik.

Dinas PUPR mengklaim proyek air bersih di Negeri Pelauw dan Kailolo, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah serta di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon sudah tuntas dikerjakan.

Proyek air bersih itu dikerjakan menggunakan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional PT Sarana Multi Infrastruktur tahun 2020, dengan nilai proyek untuk Pulau Haruku Rp14.4 miliar dan Kecamatan Sirimau Rp13 miliar.

Kepala  Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Maluku, Ella Sopalauw meng­klaim bahwa proyek air bersih tidak ada yang terbengkalai, dan se­mua­nya sudah tuntaskan dikerjakan.

Katanya, proyek air bersih yang dipasang dengan menggunakan panel surya itu hanya sampai pada hidran umum dan bukan disam­bungkan ke rumah-rumah.

“Tidak ada yang namanya aliran ke rumah-rumah hanya ke hidran umum .Hidran umum kita letakkan  dan kordinasi dengan pemerintah desa satu titik bisa melayani beberapa kepala kelaurag untuk kawasan pe­mukiman,”  jelas Ella kepada Siwalima di ruang kerjanya, Kamis (9/2).

Untuk proyek air bersih di Keca­matan Sirimau pengerjaan juga  sam­pai hidran umum, bukan sambungan rumah-rumah karena jika sambung ke rumah berarti sudah peningkatan pelayanan.

Disinggung soal pengeboran yang digali hanya 50 meter, dirinya pun membantah hal itu.

“Kita bor sampai dapat air tidak sampai 100 dan 200 meter. Kita lakukan GEO dalam tanah sampai kedalaman tanah baru kita bor, karena  mencari titik cari GEO untuk kedalaman. Untuk sarana air bersih di pesantren sudah berjalan dengan baik  di lokasi. (S-20)