Pemberantasan korupsi di daerah tak akan berarti apa-apa jika aparat penegak hukum (APH) bersikap setengah hati. Di Provinsi Maluku, publik semakin kehilangan kesabaran melihat banyaknya laporan dugaan korupsi yang dilayangkan masyarakat—terutama dari wilayah-wilayah terpencil seperti Maluku Barat Daya (MBD)—namun tidak ditindaklanjuti secara serius oleh institusi hukum.

Korupsi bukan hanya kejahatan administratif. Ia adalah tindakan yang menghisap sumber daya publik, memperdalam kemiskinan, dan menciptakan ketidakadilan struktural yang berlangsung dari tahun ke tahun. Ketika kasus-kasus korupsi tidak diungkap, apalagi jika pelakunya adalah pejabat atau pengusaha dengan kekuatan politik, maka publik punya alasan untuk curiga: jangan-jangan hukum memang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas.

Saat ini, semua mata tertuju pada Kejaksaan Tinggi Maluku, Kepolisian Daerah, dan APH lainnya. Apakah mereka benar-benar berpihak pada keadilan, atau hanya bergerak jika ada tekanan politik? Apakah laporan masyarakat dianggap sebagai alarm untuk bertindak, atau malah dijadikan berkas arsip tanpa ujung?

Rakyat Sudah Lapor, Tapi Kasusnya Terkesan Menguap

Banyak kasus dugaan korupsi telah dilaporkan masyarakat di berbagai kabupaten di Maluku. Katakanlah Mulai dari penyelewengan dana desa, proyek fiktif, mark-up pengadaan, proyek mangkrak, dana covid 19, Subsidi Pemerintah yang dipakai tidak sesuai peruntukan, penyalahgunaan dana subsidi sampai penguasaan aset daerah oleh segelintir elite. Tapi publik kecewa karena sebagian besar kasus ini mandek ditahap awal: penyelidikan tak berujung, penyidikan tanpa hasil, dan tidak ada kejelasan siapa yang bertanggung jawab.

Baca Juga: Merajut Perdamaian di Bumi Raja-Raja, Upaya Membangun Harmoni Melalui Budaya dan Tradisi

Lebih menyakitkan lagi, ada kesan dan dugaan bahwa sebagian APH hanya berani menindak kasus-kasus kecil yang melibatkan aktor lemah, sementara kasus besar yang menyangkut nama-nama “kuat” justru ditutupi. Ini jelas mengkhianati prinsip keadilan. Tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum. Siapapun yang terlibat korupsi, entah itu pejabat aktif, mantan pejabat, atau pihak swasta yang punya koneksi politik, harus diproses secara transparan dan akuntabel.

APH Harus Tegas, Bukan Takut

Sudah saatnya APH di Maluku berdiri tegak, lepas dari tekanan politik maupun godaan kompromi. Ini bukan hanya soal kredibilitas institusi hukum, tapi soal martabat negara. Jika hukum terus dimainkan, maka negara telah gagal melindungi rakyatnya.

APH harus mulai membuka kembali laporan-laporan lama yang masih mengendap. Jangan hanya menunggu instruksi pusat atau tekanan media nasional dan media lokal. Kemandirian lembaga hukum harus dibuktikan dengan kerja nyata di lapangan: memeriksa, menindak, dan mengumumkan hasil penyelidikan kepada publik. Jangan lagi ada istilah “menunggu momen politik aman” untuk mengungkap kasus. Penegakan hukum tidak boleh tunduk pada kalkulasi kekuasaan.

Masyarakat Butuh Kepastian, Bukan Janji

Masyarakat di daerah seperti MBD, Tanimbar, Aru, dan Seram sangat tahu apa yang terjadi di lapangan. Mereka tahu siapa yang memainkan proyek, siapa yang jadi “pengusaha titipan”, dan siapa yang menjadikan jabatan sebagai alat dagang. Maka, saat mereka melapor, itu bukan sekadar opini. Itu bentuk perlawanan terhadap sistem yang sudah lama menyengsarakan mereka.

Namun ketika laporan-laporan tersebut tidak ditindak, atau bahkan diduga dilenyapkan secara diam-diam, masyarakat mulai kehilangan harapan. Mereka bertanya-tanya: apakah aparat penegak hukum di Maluku berpihak pada kebenaran atau pada kekuasaan?

Pemberantasan Korupsi Sejalan dengan Visi Nasional

Presiden Republik Indonesia, Bapak Jenderal(Purn) Prabowo Subianto secara berulang menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mentolerir praktik korupsi di pusat maupun daerah. Maka sudah sewajarnya APH di Maluku bekerja selaras dengan visi ini. Jangan biarkan daerah tertinggal seperti Maluku menjadi sarang kebal hukum. Justru di wilayah dengan keterbatasan infrastruktur dan minim pengawasan, integritas APH harus menjadi tiang utama.

APH di Maluku punya tanggung jawab besar: membersihkan sistem birokrasi dan memastikan uang rakyat benar-benar sampai kepada mereka yang berhak. Kalau ini gagal dilakukan, maka mereka bukan bagian dari solusi, melainkan bagian dari masalah itu sendiri.

Tegakkan Hukum, Bongkar Semua Kasus

APH harus menyadari bahwa kepercayaan publik hari ini sangat tipis. Maka, jika ada niat baik, harus dibuktikan dengan tindakan berani. Segera umumkan progres penanganan kasus-kasus korupsi yang sedang diselidiki. Buka ke publik siapa saja yang sudah diperiksa, dan ke mana arah penyidikan. Jangan biarkan publik hanya mendengar desas-desus, tapi tidak melihat hasil.

Lebih dari itu, hentikan semua bentuk kompromi hukum. Jangan lindungi pelaku hanya karena hubungan kuasa. Jangan tunda proses hukum hanya karena tekanan politik. Ini adalah momentum bagi APH untuk membuktikan bahwa hukum di Maluku masih hidup, dan tidak bisa dibeli.

Penutup: Bersihkan Maluku dari Korupsi, Mulai dari Keberanian Hukum

Pemberantasan korupsi bukan pekerjaan yang mudah, tapi bukan pula mustahil jika aparat penegak hukum berdiri bersama rakyat. Maluku tidak akan maju jika hukum hanya menjadi alat kekuasaan. Tapi Maluku bisa bangkit jika hukum menjadi pelindung kebenaran.

Rakyat sudah bersuara. Sekarang giliran aparat hukum bertindak. Jangan biarkan pelaku korupsi tertawa, sementara rakyat menangis dalam kesulitan.

Katakan hitam jika itu hitam dan katakanlah putih jika itu putih.” Selama masih ada penindasan dan selama masih ada  ratap tangis digubuk – gubuk, perjuangan kita belum selesai “ ( Ir. Soekarno ).Oleh: Nikolas Okmemera, SH.CPC.CNS.ChteacH ( Advokat / Alumni Lemhanas / Bendum DPD KNPI Maluku ). (*)