PENAMBANG ilegal berarti aktivitas tambang yang tidak memiliki perizinan dari pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Selain merusak lingkungan, penambangan ilegal ini tentunya tidak berkontribusi pada penerimaan negara.

Kegiatan ilegal ini mendapat perhatian serius karena dam[ak yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan emas elegal tersebut. Selain merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup, kegiatan tersebut dapat merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup bahkan kegiatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran dari bahan berbahaya dan beracun seperti mercuri, sianida dan lain sebagainya. Dan jika hal ini sudah terjadi maka para penambang ilegal harus diproses hukum.

Lima penambang ilegal yang melakukan aktivitas pertambangan di Sungai Anahoni, Kecamatan Teluk Kayeli, dan jalur B, Desa Persiapan Wamsaid, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru terancam hukuman 15 tahun penjara.

Lima penambang ilegal tersebut itu dikoordiner oleh Sekjen Asosiasi Pertambangan Rakyat Indonesia (APRI), Imran Safi Malla.

Baca Juga: Korupsi Dana SMI Dilaporkan ke KPK

Kapolres Pulau Buru, AKBP Egia Febry Kusumawiatmaja didampingi Wakapolres Kompol Ruben MH Sihombing,Kabagops Kompol Upsril W Futwembun, Kasatreskrim Iptu Adytia Bambang Sundawa, Paur Humas, Aipda MYS Jamaluddin, dan sejumlah. perwira polres di Polsek Waeapo, Selasa (14/3) siang, menjelaskan, ada empat kasus menonjol yang tengah ditangani di tahun 2023. Pertama, dugaan tindak pidana pertambangan emas.

Kedua, dugaan tindak pidana penyalahgunaan BBM bersubsidi. Ketiga kasus penyalahgunaan narkoba dan hasil operasi PETI Salawaku tahun 2023.

Terkait dengan kasus pertambangan disebutkan, bahwa pada  tanggal 23 Februari 2023, Kapolsek Waeapo serta jajaran kepolisian menemukan di kawasan sungai Anahoni, Kecamatan Teluk Kayeli ada kegiatan pertambangan tanpa izin dengan menggunakan alat berat jenis eksavator.

Kegiatan ini, lanjut dia, direncanakan untuk membuat bak rendaman yang cukup besar, dilakukan oleh kelompok APRI yang dikoordinir oleh Imran Safi Malla.

Seterusnya dilakukan pengembangan kasus dan ditemukan juga TKP lainnya berlokasi di Jalur B, Desa Persiapan Wamsaid, Kecamatan Waelata.

Dari pengungkapan kasus ini, ungkapnya, telah ditetapkan tersangka dan telah ditahan sebanyak lima orang diantaranya, Imran Safi Malla alias Imran  yang dikenal sebagai Sekjen APRI,  Muhammad Koko Ridwan, Nugroho Sulistiono, operator eksavator Steanly Lerebulan, dan Budi Riyadi.

Selain mengamankan lima tersangka, lanjut kapores, turut diamankan beberapa barang bukti diantaranya, satu unit eksavator merk Cartepilar, satu karung pasir, helm warna putih dan kuning sebagai APD, jaket APRI warna hijau, mesin serumi warna biru, bahan kimia WS, bahan kimia kotiks, kapur, dan satu unit mobil zuzuki carry.

Sedangkan pemilik eksavator bernama Ongko yang berdomisili di Ambon juga telah diperiksa sebagai saksi di Satreskrimsus Polda Maluku.

Para pelaku ini dijerat Pasal 89 ayat (1) huruf (a) dan (d) UU Nomor 18 tahun 2013, tentang pencegahan dan perusakan kawasan hutan,  sebagaimana diubah dalam UU RI Nomor 11 tahun 2020, tentang Cipta Kerja perubahan dari UU RI Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara, sebagaimana dirubah dalam UU RI Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, jo pasal 5 ayat (1),  jo pasal 56 KUHP.

Ancaman hukuman paling singkat tiga tahun dan paling lama 15 tahun  penjara, serta denda paling sedikit Rp. 1,5 miliar dan paling banyak Rp. 10 miliar.

Motif dari pada para pelaku Imran dkk, memperkaya diri sendiri atau kelompok.

Aktivitas penambangan ilegal ini masih marak terjadi karena adanya pembiaran dari pihak berwewenang, kurangnya pengawasan dan kurangnya fasilitasi perizinan.

Tak hanya itu, pertambangan ilegal yang ramai diperbincangkan publik saat ini dinilai sebagai salah satu contoh lemahnya fungsi pengawasan dan pengaturan pemerintah dalam tata kelola pertambangan dalam negeri.

Olehnya pengawasan harus kontinyu dilakukan dan proses hukum harus ditegakan agar ada efek jera bagi penambang ilegal.(*)