AMBON, Siwalimanews – Ketua Komisi I DPRD Pro­vinsi Maluku, Amir Rumra mengingatkan Kepala Badan Kepegawaian Daerah untuk mencopot Bendahara RS  Haulussy, Maryory Johanes.

Alasan pencopotan lanta­ran yang bersangkutan ter­san­dung kasus dugaan ko­rupsi pengadaan makan dan minum tenaga kesehatan Covid-19 tahun anggaran 2020 dan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Maluku.

Dijelaskan, secara hukum memang tersangka belum ada putusan pengadilan yang ber­kekuatan hukum tetap, dimana masih berlaku asas praduga tidak bersalah tetapi secara etika tidak mungkin seorang tersangka yang telah ditetapkan oleh penyidik Ke­jati Maluku tetap menjalankan tugas dengan alasan RS Hau­lussy kekurangan sumber daya manusia.

“Tidak boleh ada alasan ke­kurangan SDM, kalau me­mang tidak ada maka harus ambil OPD lain, tapi tidak boleh dipertahankan, karena secara etik tidak dibenarkan,” ujar Rumra kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Jumat (27/1).

Menurut Rumra, jabatan benda­hara merupakan jabatan sangat krusial yang tidak boleh dipandang biasa saja oleh Direktur RS Haulussy dan Kepala BKD Maluku, sebab akan menimbulkan pemikiran mas­yarakat yang miring terhadap upaya mempertahankan Johanes dari ja­batan di rumah sakit milik Pemprov Maluku ini.

Baca Juga: BNPP: Kemenag Bantu Dana bagi Guru Perbatasan 3T

BKD kata Rumra, harus tegas terhadap ASN yang diduga berma­salah sebab jika dibiarkan maka akan menjadi preseden buruk terdapat birokrasi pemerintahan. Artinya siapapun ASN yang tersandung dalam proses hukum harus dibebas tugaskan dari jabatan structural, agar yang bersangkutan fokus men­jalani proses hukum yang sedang berjalan di kejaksaan maupun kepolisian.

Pencopotan dari jabatan merupa­kan langkah baik dan harus dite­rapkan agar menjadi pembelajaran bagi setiap ASN yang melakukan penyalahgunaan kewenangan yang diberikan aturan, sebab jika tidak ditindak maka akan menjadi kebiasaan bagi ASN-ASN lain di Maluku.

“Persoalan bendahara RS Hau­lussy harus menjadi perhatian se­rius dari BKD untuk segera mencopot dari jabatan, agar masyarakat dapat percaya terhadap birokrasi Pemprov Maluku,” tegas Rumra.

Empat Jadi Tersangka

Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Edyward Kaban m­ngakui pihaknya telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan anggaran uang makan minum tenaga kese­hatan Covid-19 tahun anggaran 2020 di RS Haulussy.

Kajati mengakui, telah mene­tapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi uang makan yaitu, JAA, NL, HK dan MJ.

Kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (8/11), Kaban me­ngungkapkan, pihaknya telah mengantongi kerugian negara dari BPKP Perwakilan Maluku sebesar Rp600 juta.

“Untuk kasus ini kita sudah tetapkan empat tersangka mereka masing masing berinisial JAA, NL, HK dan MJ dari pihak RSUD, pe­netapan tersangka dilakukan setelah kita mendapatkan hasil perhitungan kerugian negara dari BPKP yang menunjukan adanya kerugian negara sebesar lebih dari Rp. 600 juta,”jelas Kajati.

Kajati juga mengungkapkan, pihaknya akan mengangendakan pemeriksaan empat tersangka.

Sementara untuk kasus medical check up kepada daerah di rumah sakit berpelat merah milik Pemprov Maluku lanjut Kajati, masih penyidikan dan belum mengarah ke penetapan tersangka.

“Untuk kasus satunya lagi yang ada di tahap penyidikan, belum ada tersangka. Proses penyidikan se­men­tara berjalan dan kita menunggu hasil perhitungan kerugian negara­nya,” tutur Kajati.(S-20)