AMBON, Siwalimanews – Kota Ambon rawan tsunami. Sejarah mencatat Ambon merupakan wilayah di Indonesia yang pernah dilanda tsunami hingga menewaskan ribuan orang. Gelombang maha dasyat itu menghantam pesisir pulau Ambon dan sekitarnya ratusan tahun yang lalu.

Untuk itu, pemerintah menyadari upaya mitigasi bencana termasuk tsunami, perlu dilaksanakan secara berkelanjutan dengan menggandeng  para peneliti dari berbagai perguruan tinggi salah satunya Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.

Pemerintah Kota Ambon juga menggandeng Tim Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) dan Unpatti guna menggelar Focus Group Discusion (FGD) tentang kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana  tsunami.

Kegiatan itu bertemakan ‘integritas tsunami historis kedalam upaya kesiapsiagaan masyarakat dan kebijakan tata ruang’ itu berlangsung di Amaris Hotel, Selasa (30/8/) dan dibuka Staf Ahli Bidang Pemerintahan dan Politik, Pemkot Ambon, Pieter Saimima.

Saimima  saat membacakan sambutan Penjabat Walikota Ambon, Bodewin Wattimena mengatakan, secara topografi, Kota Ambon beruntung memiliki tebing-tebing yang mengelilinginya.

Baca Juga: Diduga Ditimbun, Pemerintah Harus Respons Kelangkaan Mitan

Namun demikian, Ambon merupakan salah satu kota di Indonesia Timur yang rawan terhadap bencana tsunami. Sebab itu tata ruang Kota Ambon saat ini, perlu dikaji, karena dirasa belum cukup optimal mengadopsi konsep mitigasi tsunami struktural dan non struktural.

“Tsunami merupakan bencana yang memiliki rentang waktu yang panjang, namun relatif tidak memiliki pola perulangan peristiwa yang jelas. Dan Kota Ambon, adalah salah satu kota yang rawan terhadap tsunami. Secara topografi, Kota Ambon beruntung daerah-daerah perbukitan mengelilinginya. Namun, tata ruang Kota Ambon saat ini masih perlu dikaji apakah dikaji regulasi yang ada sudah cukup optimal mengadopsi konsep mitigasi tsunami struktural dan non-struktural itu,” jelas Wattimena.

Ia mencontohkan, tsunami yang terjadi di Teluk Ambon tahun 1950, dan melanda beberapa daerah itu menjadi satu tanda masyarakat harus siap siaga.

Untuk itu, pemerintah menyadari, bahwa upaya mitigasi bencana, termasuk tsunami, perlu dilaksanakan secara berkelanjutan integratif. Dan prinsip berkelanjutannya, perlu tercermin pada berbagai aspek, baik perencanaan, pelaksanaan, maupun pemantauan atau evaluasi capaian kinerja. Dalam hal ini, untuk  penurunan indeks risiko bencana di Kota Ambon.

“Dimana sesuai Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRB) yang diterbitkan oleh BNPB, Kota Ambon, Indeks Risiko 98,33, yang termasuk kategori sedang. Namun perlu diingat, bahwa indeks ini dapat saja turun secara drastis, jika tidak dilakukan upaya yang berkelanjutan dan integratif tersebut,” ujar Wattimena.

Dikatakan, Pemerintah Kota Ambon menyambut baik riset antara Bappeda kerjasama Litbang Kota Ambon, BPBD Kota Ambon, TDMRC dan Universitas Pattimura serta Universitas Syiah Kuala, dalam rangka mencari bentuk media edukasi dan informasi bagi peningkatan kesiapsiagaan, juga dalam mitigasi mengintegrasikan upaya RTRW Kota Ambon.

“FGD ini diharapkan menjadi sarana tepat untuk mempertemukan pihak terkait. Semua inisiatif pihak TDMRC Universitas Syiah Kuala dan Universitas Pattimura, perlu dilihat sebagai upaya mensinergikan pengalaman dan pengetahuan dari dua tempat yang rawan tsunami, yaitu Aceh dan Maluku,” ungkapnya.

FGD tentang tsunami menjadi penting, sebab melanjutkan proses yang selama ini telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Ambon, tetapi juga melihat aspek lain dari sudut pandang mitigasi struktural yang sering kurang mendapat porsi pembahasan yang memadai.

“Kami berharap kerjasama ini akan melahirkan hal-hal yang konkrit dan berguna bagi pemerintah dan masyarakat Kota Ambon,” harap Wattimena. (S-25)