AMBON, Siwalimanews – Walikota Ambon, Richard Louhenapessy  mengaku Pemerintah Kota Ambon saat ini tengah mempersiapkan pedoman teknis untuk melaksanakan pemba­tasan sosial berskala besar (PSBB).

Meskipun sampai sekarang Pem­kot Ambon belum resmi menda­patkan Keputusan Menkes RI tentang pember­lakuan PSSB di Ambon, namun persiapan ke arah itu sudah dilakukan.

Louhenapessy mengaku men­da­patkan informasi PSSB dise­tujui Menkes, Terawan Agus Putranto, dari Sekda Provinsi Ma­luku, Kasrul Selang. “Jadi informasi itu saya tahu dari pak Sekda Ma­luku, Kasrul Selang bahwa pempus dalam hal ini Kemenkes sudah me­nyetujui permohonan PSBB yang di­sam­paikan Pemkot melalui Pemprov Maluku. Tapi Keputusan Menkes se­cara resmi belum diterima Pem­prov Maluku,” katanya kepada wartawan di Balai Kota Ambon Rabu (10/11).

Saat ini Ambon sementara berla­kukan Pembatasan Kegiatan Mas­ya­rakat (PKM). Menurut Walikota, PKM merupakan uji coba untuk persiapan PSBB.

“Kita lagi tunggu informasinya, kalau memang itu oke berarti PKM yang  kita laksanakan ini paling tidak uji coba untuk persiapan penerapan PSBB,” ujarnya.

Baca Juga: Dampak Gelombang Tinggi, Ikan Mahal di Pasaran

Jika PKM yang dibatasi adalah akti­vitas di luar rumah seperti pem­batasan proses bekerja di tempat kerja, kegiatan di fasilitas umum, kegiatan sosial budaya dan moda transportasi, PSBB justru akan diperluas lagi dengan aspek lainnya yakni pendidikan, sosial budaya dan keagamaan.

Dikatakan, substansi yang diper­siapkan untuk melaksanakan PSBB mirip dengan PKM, namun ruang lingkup yang dimiliki berbeda. Sebab ruang lingkup PSBB luas sementara PKM terbatas.

“Jadi begini Perwali yang me­ngatur tentang PKM sebetulnya itu ruang lingkupnya, substansinya sama, cuma ruang lingkupnya itu berbeda. Kalau Perwali tentang PKM ini dia terbatas, PSBB ini lebih luas. Kota Ambon prinsipnya untuk implementasi PSBB sekarang sudah siap,” ungkap Walikota.

Walikota juga menambahkan, sosialisasi PSBB segera dilakukan. PKM yang telah diberlakukan akui­nya juga merupakan bentuk sosia­lisasi kepada masyarakat. Sebab me­lalui PKM masyarakat telah dilatih dan dipersiapkan memasuki PSBB.

“PKM ini sebagai bagian sosia­lisasi sebagai proses persiapan PSBB, kita tetap lakukan sosialisasi,” tandasnya.

Aparatur di Pemkot juga tengah dipersiapkan masuk PSBB termasuk koordinasi dengan TNI/ Polri sema­kin dimantapkan. Khusus untuk kabupaten terdekat seperti Pemkab Malteng, Walikota mengaku hal itu menjadi tanggung jawan Pemprov Maluku.

“Kita sudah koordinasi semua dengan kapolresta maupun dengan dandim. Tapi kita tadi usulkan su­paya kalau bisa bagian-bagian yang menjadi tanggung jawab di Maluku Tengah misalnya kalau bisa itu di take over langsung oleh pemerintah provinsi saja, supaya jangan men­jadi  beban bagi Pemkot,” bebernya.

Ia menegaskan, PSBB bukan un­tuk membatasi, namun tujuan uta­manya untuk memutuskan mata rantai penyebaran Covid-19 di te­ngah masyarakat. “PSBB bukan mem­batasi orang, tapi target kita itu untuk memotong mata rantainya. itu supaya orang-orang yang sehat ja­ngan sampai terjangkit itu yang kita jaga. Jadi intinya orang mau masuk ke Ambon tidak punya kegiatan kita batasi. Tapi orang yang mau melaku­kan aktivitas ekonomi, silahkan asalkan menggunakan protokoler kesehatan,” tegas Walikota.

Terima Salinan SK PSBB

Resmi menerima salinan SK pene­tapan PSBB di Kota Ambon, Pem­prov Maluku meminta masyarakat mematuhi aturan. Penetapan PSBB sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: HK. 01.07/MEN­KES/358/2020 Tentang Penetapan PSBB di Wilayah Kota Ambon, Pro­vinsi Maluku dalam rangka Per­cepatan Penanganan Covid-19.

“Jadi terhitung mulai hari ini (kemarin red), Kota Ambon sudah memasuki fase penerapan PSBB,” ujar Gubernur Maluku, Murad Ismail dalam keterangan persnya di Kantor Gubernur Maluku, Rabu (10/6).

Murad meminta kepada bupati dan walikota di Maluku untuk men­sosialisasikan penerapan PSBB di Ambon. “Kepada bupati dan wali­kota, segera mensosialisasikan sehi­ng­ga masyarakat yang akan ke Ambon dapat mempersiapkan diri dima­sa pemberlakukan PSBB ini,” ingat­nya.

Siapkan SOP

Akademisi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unpatti, Serlock Lekipiouw menjelaskan, Pemerintah Kota Ambon secepatnya dibuat kejelasan terkait dengan pengaturan teknis pelaksanaan PSBB dengan menyusun Keputusan Walikota dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dapat mengatur pergerakan orang, pembatasan terhadap pelaku usaha, moda transportasi termasuk dengan pengaturan terhdap orang dalam perjalanan sebagaimana diatur dalam Protokol Covid-19 lewat Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020.

“SOP itu harus secpatnya disusun pemerintah kota untuk mengatur pergerakan orang, moda transportasi dan sebagainya,” himbau Lekipiouw.

Menurutnya, Keputusan Menteri Ke­sehatan Nomor HK.01.07/Men­kes/358/2020 tentang PSBB di Wilayah Kota Ambon tidak secara otomatis mencabut atau membatal­kan Peraturan Walikota Nomor 16/2020 maupun Peraturan Gubernur Nomor 15/2020.

Namun dari aspek kekuatan me­ng­ikat dari keberlakuan kedua pe­raturan tersebut sudah kehilangan relevansi dan daya ikatnya secara hukum.

Olehnya, Lekipiouw meminta ke­pada pemerintah kota ambon untuk secepatnya dibuat kejelasan terkait dengan pengaturan teknis pelaksa­naan PSBB di Kota Ambon. Pasca ditetapkan Keputusan Menteri Ke­sehatan Republik Indonesia Nomor Hk.0 07/Menkes/358/2020 itu, saat ini masyarakat diperhadapkan de­ngan dua aturan hukum yang ada.

Dalam kaitan dengan pelaksanaan Perwali Nomor 16 Tahun 2020 yang memberlakukan PKM, dari aspek hukum tindakan hukum pemerintah Kota Ambon terkait dengan Pelak­sanaan PSBB sesuai dengan SK Menkes Nomor HK.01.07/Menkes/358/2020 terhadap Perwali itu sendiri seyogyanya dilakukan peninjauan atau perubahan.

Hal ini dikarenakan dasar pemben­tukan Perwali  itu sesuai dengan Peraturan Gubernur Maluku Nomor 15 Tahun 2020. Sedangkan  Peratu­ran Gubernur Nomor 15 Tahun 2020 yang menjadi rujukan pembentukan Peraturan Walikota terkait PKM didasarkan pada pertimbangan me­ne­kan penyebaran  Covid-19 di Pulau Ambon.

“Perwali seyogyanya ditinjau atau diubah,” tutur Serlock.

Lekipiouw mengingatkan peme­rintah kota agar aksi dan reaksi se­bagian kelompok masyarakat yang berada di wilayah perbatasan Kota Ambon dan Maluku Tengah saat perlakuan Perwali Nomor 16/2020 harus menjadi perhatian kedepan dalam pemberlakuan PSBB di Kota Ambon.

Hal itu berkaitan dengan pengatu­ran pembatasan di wilayah admi­nistrasi lintas kota/kabupaten dima­na penting untuk melihat hubungan kewenangan antara pemerintah kota dan kabupaten dengan pemerintah provinsi.

“Artinya, perlu ada koordinasi lintas kota dan kabupaten bersama dengan pemerintah provinsi, sehi­ngga pengturan masuk keluar Kota Ambon itu terkoordinasi dengan baik sehingga penegakan terhadap protokol kesehatan Covid-19 dalam pelaksanaan PSBB dapat berjalan sesuai dengan ketentuan

Tingkatkan Sosialisasi

Ketua DPRD Kota Ambon, Elly Toisutta mengingatkan Pemkot Ambon untuk lebih giat melakukan so­sialisasi PSBB. “Yang paling pen­ting sosialisasi ke masyarakat. Menurut saya PKM tidak berbeda jauh de­ngan PSBB. PKM dilakukan untuk memba­tasi kegiatan masyarakat sementara untuk PSBB pembatasan skalanya besar yang semuanya sama tujuan memutuskan mata ran­tai. Jadi harus ada sosialisasi yang baik agar mas­yarakat lebih paham,” kata Toisutta di ruang kerjanya Rabu (10/6).

Anggota DPRD Maluku Dapil Kota Ambon Rovik Afifudin meminta Pemerintah Kota Ambon sebelum memberlakukan PSBB harus me­rubah psikologi masyarakat dengan intens sosialisasi terhadap pembata­san yang akan dilakukan sehingga masyarakat tidak panik ketika PSBB diberlakukan.

“Sosialisasi itu harus masif dilaku­kan agar psikologi masyarakat juga lebih kuat hadapi PSBB,” tutur Afi­fudin kepada Siwalima, Rabu, (10/6).

Selain itu, Afifudin juga meng­ingatkan pemerintah kota agar dapat menjamin kebutuhan masyarakat dengan menyediakan ketersediaan sembako sebelum PSBB diberla­kukan.

Anggota DPRD Maluku lainnya, Eddyson Sarimanella juga menghim­bau Pemkot Ambon serius sosiali­sasi­kan PSBB ke masyarakat. Poli­tikus Hanura ini berharap pemkot membuat peraturan teknis PSBB yang baik terkait dengan pemba­tasan pergera­kan orang, sehingga jelas perenca­naan jangan sampai pe­nerapan PSBB hanya seperti pembatasan yang saat ini sementara dilakukan.

Akademisi FISIP Unpatti, Wahab Tua­­naya menilai terlalu cepat jika pem­kot Ambon berlakukan PSBB, ka­rena Perwali 16/2020 baru saja di ja­lankan dan belum dinilai efektif atau tidak.

Tuanaya mengusulkan agar de­ngan diberlakukan pembatasan ke­giatan masyarakat sesuai dengan Perwali selama 14 hari ini digunakan sebagai masa sosialisasi pember­lakukan PSBB kepada masyarakat untuk lebih diketahui.

Senada dengan Tuanaya, Direktur Maluku Crisis Center, M Ikhsan Tua­leka mengungkapkan PKM memang merupakan langkah baik yang diambil pemkot sambil menunggu persetujuan PSBB dari Menkes RI.

Namun Pemerintah Kota Ambon harus menghindari jangan sampai terjadinya tumpang tindih kebijakan antara PKM dan PSBB sesuai Kepu­tusan Menteri Kesehatan. “Jangan sampai tumpang tindihlah kan nanti berdampak bagi masyarakat juga,” ungkap Tualeka kepada Siwalima, melalui telepon seluler, Rabu (10/6).

Dikatakan, dalam menyikapi si­tuasi saat ini mestinya pemerintah Kota Ambon tidak terburu-buru, wa­laupun itu permohonan pemerintah kota untuk menjalankan PSBB tapi sebaiknya PKM dijalankan dulu sambil melakukan sosialisasi PSBB.

Toko agama, Pendeta John Ruhu­lessin mengatakan, pandemi ini merupakan realitas yang sangat serius dan dasyat. Oleh karena  itu dengan melihat kondisi Kota Ambon sendiri maka pilihan untuk mela­kukan PSBB adalah pilihan yang tepat.

“PSBB bagi Kota Ambon pilihan yang tepat,” kata Ruhulesin

Dikatakan, dalam memberlakukan PSBB tidak hanya bagi masyarakat yang harus disiplin melaksanakan PSBB, tetapi juga bagi pengelola pemerintah dan seluruh stakeholder yang bertanggungjawab untuk men­jalankan PSBB secara benar dan serius merupakan hal yang sangat penting

“Artinya proses PSBB mesti men­jadi komitmen moral bersama semua pihak termasuk masyarakat dan tidak hanya menjadi kehendak poli­tik tetapi harus menjadi perbuatan politik, sebab jika tidak menjadi komitmen bersama maka sangat sulit dan tidak bisa mengharapkan efek yang baik dari PSBB terhadap upaya memotong mata rantai covid-19 itu sendiri,” urai Ruhulesin.

Mantan Ketua Sinode GPM ini pun mengingatkan agar pemerintah dalam menjalankan PSBB perlu memper­hatikan realitas ekonomi, apalagi Kota Ambon sebagai sentral seluruh pro­ses pengembangan eko­nomi diha­rapkan tidak memacetkan roda ekonomi di seluruh wilayah Maluku.

“Artinya mesti mempunyai alat eva­luasi dan alat kontrol pengem­bangan ekonomi yang baik supaya PSBB tidak mematikan proses eko­nomi lintas kabupaten dan kota,” tandasnya.(S-39/Mg-4/Mg-5/Mg-6)