Masalah sampah merupakan salah satu masa­lah serius yang terjadi saat ini bagi setiap orang, masyarakat, bahkan dunia. Bagaimana tidak, manusia sebagai penghasil sampah justru tidak mampu mengatasi masalah tersebut dikarenakan perilaku membuang sampah yang tidak pada tempatnya.

Pada tahun 2022 sampah yang dihasilkan ibu kota provinsi Maluku yaitu Kota Ambon mencapai 220 ton per hari. Jumlah itu sangat banyak mengingat ber­tam­bahnya jumlah populasi penduduk mempe­ngaruhi jumlah sampah yang dihasilkan. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, berdasarkan data statistik BPS Maluku, sampah-sampah yang dihasilkan tidak sebanyak pada tahun 2022.

Bahkan ketika masa pandemi COVID19, sampah di Kota Ambon turun 10 ton per hari. Jenis-jenis sampah yang dihasilkan di antaranya berupa sampah organik, sampah plastik, sampah kertas, kain, tekstil, logam, karet, kaca dan kulit. Jika dilihat dari jenis-jenis sampah yang ada, yang paling sulit diurai adalah sampah plastik. Menurut https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/2019/EFEK_NEGATIF_SAMPAH_PLASTIK.pdf, bahaya sampah plastik adalah;

  1. MEMICU PERUBAHAN IKLIM; Dari proses pro­duksi, konsumsi, hingga pembuangannya mengha­sil­kan emisi karbon yang tinggi sehingga berkon­tribusi terhadap perubahan iklim karena kondisi bumi semakin memanas. Sumber material kantong plastik yang terbuat dari minyak bumi, yang meru­pakan sumber daya alam tak terbarukan, meng­akibatkan pencemaran lingkungan di negara-negara berkembang karena limbah pabriknya dibuang ke sungai dan pembakaran gas metana mengakibatkan emisi karbon ke udara.
  2. MENCEMARI LINGKUNGAN; Kantong plastik merupakan barang sekali pakai dengan kegiatan pasca-konsumsi yang tidak bertanggung jawab. Kantong plastik yang dibuang sembarangan bisa menyebabkan: • tersumbatnya selokan dan badan air; • termakan oleh hewan; • rusaknya ekosistem di sungai dan laut; Karena sampah plastik (khususnya kantong plastik) tidak dikelola dengan bertanggung jawab, hal ini menyebabkan Indonesia “dituduh” sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia (Jambeck et al, 2015). Dampak plastik terhadap lingkungan merupakan akibat negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah plastik. Dampak ini ternyata sangat signifikan.

Seba­gaimana yang diketahui, plastik yang mulai digunakan sekitar 50 tahun yang silam, kini telah menjadi barang yang tidak terpisahkan dalam kehi­dupan manusia. Diperkirakan ada 500 juta sampai 1 milyar kantong plastik digunakan penduduk dunia dalam satu tahun. Ini berarti ada sekitar 1 juta kantong plastik per menit. Untuk membuatnya, diperlukan 12 juta barel minyak per tahun, dan 14 juta pohon ditebang. Konsumsi berlebih terhadap plastik, pun mengakibatkan jumlah sampah plastik yang besar. Karena bukan berasal dari senyawa biologis, plastik memiliki sifat sulit terdegradasi (nonbiodegradable).

Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun hingga dapat terdekomposisi (terurai) dengan sempurna. Sampah kantong plastik dapat mencemari tanah, air, laut, bahkan udara. Kantong plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak yang disebut ethylene. Minyak, gas dan batu bara mentah adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Semakin banyak penggunaan palstik berarti semakin cepat menghabiskan sumber daya alam tersebut.

Baca Juga: Krisis Perbankan Hambat Pemulihan Ekonomi Global

Sebagai tambahan pemahaman, ada beberapa fakta yang berkaitan dengan sampah plastik dan lingkungan: 1) Sekitar 80% sampah dilautan berasal dari daratan, dan hampir 90% adalah plastik; 2) Dalam bulan Juni 2006 program lingkungan PBB memper­kirakan dalam setiap mil persegi terdapat 46,000 sampah plastik mengambang di lautan; 3) Setiap tahun, plastik telah ’membunuh’ hingga 1 juta burung laut, 100.000 mamalia laut dan ikan-ikan yang tak terhitung jumlahnya.

  1. BERBAHAYA BAGI MANUSIA; Untuk mena­nggulangi sampah plastik beberapa pihak mencoba untuk membakarnya. Tetapi proses pembakaran yang kurang sempurna dan tidak mengurai partikel-partikel plastik dengan sempurna maka akan men­jadi dioksin di udara. Bila manusia menghirup dioksin ini manusia akan rentan terhadap berbagai penyakit di antaranya kanker, gangguan sistem syaraf, hepatitis, pembengkakan hati, dan gejala depresi.
  2. TERURAI SANGAT LAMA; Kantong plastik (dan jenis plastik lainnya) sulit terurai di tanah karena rantai karbonnya yang panjang, sehingga sulit diurai oleh mikroorganisme. Kantong plastik akan terurai ratusan hingga ribuan tahun kemudian. Kantong plastik yang diklaim ramah lingkungan pun akan terurai lama dan tetap akan menjadi sampah. Terlebih lagi karena sifatnya yang cepat terurai menjadi mikro plastik, akan lebih mudah untuk mencemari lingkungan.

Fakta tentang bahan pembuat plastik, (umumnya polimer polivinil) terbuat dari polychlorinated biphenyl (PCB) yang mempunyai struktur mirip DDT. Serta kantong plastik yang sulit untuk diurai oleh tanah hingga membutuhkan waktu antara 100 hingga 500 tahun.

Akan memberikan akibat antara lain: 1) Terce­marnya tanah, air tanah dan makhluk bawah tanah.; 2) Racun-racun dari partikel plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewanhewan pengu­rai di dalam tanah seperti cacing.; 3) PCB yang tidak dapat terurai meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai sesuai urutan rantai makanan.; 4) Kantong plastik akan mengganggu jalur air yang teresap ke dalam tanah.; 5) Menurunkan kesuburan tanah karena plastik juga menghalangi sirkulasi udara di dalam tanah dan ruang gerak makhluk bawah tanah yang mampu meyuburkan tanah.; 6) Kantong plastik yang sukar diurai, mempunyai umur panjang, dan ringan akan mudah diterbangkan angin hingga ke laut sekalipun.; 7) Hewan-he­wan dapat terjerat dalam tumpu­kan plastik.; 8) Hewan-hewan laut seperti lumba-lumba, Penyu laut dan anjing laut menganggap kantong-kantong plastik tersebut makanan dan akhirnya mati karena tidak dapat mencernanya.; 9) Ke­tika hewan mati, kantong plastik yang berada di dalam tubuhnya tetap tidak akan hancur menjadi ba­ngkai dan dapat meracuni he­wan lainnya.; 10) Pembuangan sam­pah plastik sem­barangan di sungai-sungai akan mengakibat­kan pendangkalan sungai dan penyumbatan aliran sungai yang menyebabkan banjir.

Yang menjadi pertanyaannya, mengapa sampai saat ini plastik masih diproduksi? Jawabannya karena biaya produksi plastik yang murah dan lagi-lagi karena masa­lah praktis membuat pabrik plastik tidak berhenti memproduksi.

Setiap tahun pemakaian plastik diperkirakan mencapai angka 183 miliar. Dengan melihat kondisi ini, tentu produksi plastik tidak akan bisa dihentikan. Lalu bagaimana Ambon bisa terbebas dari sampah plastik?

Sebenarnya saat ini pemerintah dari pusat hingga pemerintah daerah sudah menyadari akan semakin banyaknya sampah plastik sejak lama, dan mulai membatasi penggunaan kantong-kantong plastik di berbagai supermarket atau acara-acara formal pemerintahan. Di kota Ambon sendiri, sudah banyak tercipta program-program untuk mengelola sampah plastik, sampai banyak relawan dari negara-negara luar seperti Belanda dan Jerman, datang ke Ambon hanya untuk membantu membersihkan sampah di laut maupun di pesisir pantai. Namun semua ini sepertinya dirasa tidak pernah cukup untuk menangani sampah-sampah yang menumpuk di TPA Toisapu. Sampah-sampah itu hanya ditampung di sana, dengan sistem open dumping tanpa ada pengelolaan lebih lanjut. Jika hal ini terus berlanjut, maka dipastikan TPA kota Ambon akan tenggelam dengan tumpukan sampah.

Sangat disayangkan bahwa terbatasnya biaya pengelolaan sampah di Kota Ambon menjadi salah satu hal yang memperlambat proses pengelolaan sampah yang terpadu. Maka dari itu, dibutuhkan investor dari berbagai kalangan untuk mendirikan pabrik pengelolaan sampah. Selain itu, di setiap desa di Kota Ambon perlu memperbanyak bank sampah. Dengan begitu setiap masyarakat di masing-masing daerah bisa ikut berpartisipasi dalam pengelolaan sampah dengan benar dan terarah. (*)