AMBON, Siwalimanews – Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk mengungkapkan aliran dana tindak pidana pencucian uang yang menjerat mantan Walikota Ambon, Richard Louhenapessy.

Mantan Dekan Fakultas Hukum Unpatti, George Lease mengungkapkan, KPK harus membongkar aliran dana sekaligus harus ada tersangka baru.

“KPK harus mengungkapkan aliran dana TPPU dan harus ada tersangka baru,” jelas Lease kepada Siwalima melalui telepon selulernya.

Kata dia, dengan ditetapkannya RL, sapaan akrab Richard Lou­henapessy sebagai tersangka TPPU, maka KPK harus diminta juga memeriksa seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah di lingkup Pemerintah Kota Ambon

“Harus periksa juga OPD-OPD di linkup Pemkot Ambon,” tegasnya,

Baca Juga: Mantan Penjabat Kades Abubu Tersangka Korupsi ADD

Leasa memberikan apresiasi bagi KPK tetapi dirinya juga meng­harapkan KPK mengungkapkan aliran dana TPPU tersebut, dan segera menetapkan tersangka baru.

Leasa juga menyentil langkah KPK melakukan banding adalah kewe­nangan KPK ketika menilai bahwa putusan hakim itu terlalu ringan atau belum memenuhi rasa keadilan, apalagi tuntutan KPK lebih besar 8,6 tahun dari putusan hakim itu.

Dijelaskan, KPK mengambil langkah banding ke Pengadilan Tinggi Ambon guna membuktikan dalil-dalil yang didakwakan bagi RL, dan hal itu juga tergantung pembuktian dari KPK.

Walau demikian, dirinya yakin bahwa hukuman PT terhadap kasus-kasus dugaan korupsi selalu lebih tinggi jika dibandingkan dengan putusan hakim pada pengadilan tingkat pertama.

“Biasanya hukuman di PT itu naik apalagi untuk kasus-kasus korupsi putusannya selalu tinggi,” ujarnya.

Tersangka TPPU

Belum lolos dari jeratan kasus gratifikasi dan suap, mantan Wali­kota Ambon Richard Louhenapessy yang baru divonis 5 tahun penjara, kembali tersandung kasus lain.

Dari sejumlah rangkaian penye­lidikan KPK menemukan sejumlah fakta yang mengarah ke tindak pi­dana pencucian uang yang dila­kukan mantan orang nomor satu di Kota Ambon itu.

Dalam kasus TPPU ini KPK kembali menetapkan RL sebagai tersangka.

“Untuk kasus TPPU yang ber­sangkutan sudah kita tetapkan sebagai tersangka,” ungkap Ketua Tim JPU KPK, Taufiq Ibnugroho.

Ditanya soal berapa nilai TPPU yang sementara diusut, Taufiq belum bisa menyebutkan lantaran masih dalam pengembangan. “Soal itu prosesnya masih terus dikem­bangkan,” tandasnya.

Untuk mengusut lebih jauh kasus ini, pihak KPK akan melakukan sejumlah pemeriksaan termasuk pemeriksaan saksi saksi.

Tuntaskan TPPU

Sebelumnya, Koordinator Ma­syarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendesak, KPK menuntaskan dugaan tindak pidana pencucian uang yang menjerat mantan Ketua DPRD Maluku ini.

“Saya juga mendesak KPK untuk segera menuntaskan dugaan TPPU dari mantan Walikota Ambon, karena apapun ini dalam pemahaman saya disamarkan disembunyikan, sehingga seakan-akan sulit dilacak atau sulit ketahuan dengan maksud dia tidak terjerat hukum. Nah itu apabila uang-uang yang didapat itu diduga disamarkan maka memang harus diproses dengan TPPU,” katanya.

Dikatakan, jika RL sudah dite­tapkan sebagai tersangka TPPU, maka KPK harus segera tuntaskan serta mengungkapkan aliran dana yang diperoleh yang bukan saja berasal dari suap atau gratifikasi tetapi dari kegiatan-kegiatan lainnya yang kemudian disamarkan menjadi aset.

“KPK bisa segera tuntaskan ini sehingga terbuka semua, dugaan TPPU, bisa saja uang yang dida­patkan dari suap atau gratifikasi yang didapatkan dari dugaan perusahaan mini market, bisa saja didapatkan dari kegiatan lain misalnya, dari izin. Karena kepala daerah itu ada tiga hal yang biasa­nya dijerat yaitu, izin, proyek-proyek pembangunan  dan dugaan per­dagangan jabatan,” katanya.

Ia berharap, KPK bisa mengendus ke arah tersebut yang kemudian bisa menemukan bukti-bukti.

“Saya kenapa menginginkan hukuman harus berat, karena kepala daerah ini kan mengemban amanah, dan ketika diduga menerima dugaan suap dan gratifikasi izin-izin dan dugaan-dugaan yang lain berarti berhianat, dan hukumannya harus berat,” tuturnya.

Terima Aliran Dana 

RL didakwa jaksa penuntut umum KPK menerima aliran dana mencapai Rp 11 miliar, dari aparatur sipil negara dan sejumlah pengusaha.

Sidang dengan agenda pemba­caan dakwaan oleh JPU KPK itu dipimpin hakim Nanang Zulkarnain Faisal dan digelar secara online, yang menghadirkan RL dari Gedung KPK di Jakarta.

Mantan Ketua DPRD Maluku itu didakwa atas dua kasus yaitu, penerbitan izin prinsip gerai Alfamidi di wilayah Kota Ambon serta gratifikasi.

Selain mantan walikota dua periode Kota Ambon ini diadili, anak buahnya, Andre Erin Hehanusa, dan Perwakilan Alfamidi Cabang Ambon, Amri.

Tim JPU KPK yang diketuai Taufiq Ibnugroho membeberkan aliran dana yang mengalir ke kantong mantan Ketua DPRD Maluku itu sebesar Rp11 miliar.

JPU mengungkapkan, terdakwa RL selaku Walikota Ambon pada tahun 2011 sampai bulan Maret 2022 melakukan dan turut serta mela­kukan beberapa perbuatan yang harus dipandan sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, sehingga merupakan beberapa kejahatan.

JPU menyebutkan, terdakwa menerima gratifikasi yaitu, selaku walikota secara langsung maupun tidak langsung telah menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp11. 259.960.000 yang berhubungan dengan jabatan dan yang berlawa­nan dengan kewajiban dan tugas­nya.

Aliran dana dengan jumlah fan­tastis itu diketahui diterima dari beberapa ASN pada Pemkot Ambon dan para rekanan atau kontraktor.

Pada tahun 2011 sampai Maret 2022 terdakwa menerima uang langsung berjumlah Rp8.222.­250.000.

Dari ASN uang yang diterima Rp824.200.000 dengan rincian menerima dari Alfonsus Tetepta selaku Plt Direktur PDAM Kota Ambon sebesar Rp260.000.000, dari kepala Dinas PUPR Enrico Mati­taputy sebesar Rp150.000.000.

Berikutnya, dari mantan Kadis Pendidikan Fahmi Sllatalohy se­besar Rp240.000.000, Kepala Badan Pengeluaran dan Aset Daerah, Roberth Silooy Rp50.200.000, Kepala Bidang Lalu lintas Dinas Perhubungan Kota Ambon Izack Jusac Said Rp116.000.000 dan pada bulan Desember 2018 di rumah Dinas Walikota Ambon, terdakwa menerima uang dari Kepala Dinas Perhubungan kota Ambon, Robert Sapulette Rp8.000.000.

Sementara dari rekanan Richard diketahui menerima uang sebesar Rp.7.398.050.000 dengan rincian  menerima dari Pemilik PT Hoatyk, Victor Alexander Loupatty, sebesar Rp.342.500.000 yang diberikan secara bertahap.

Selanjutnya dari  Direktur Utama PT Azriel Perkasa Sugeng Siswanto sebesar Rp.55.000.000, kontraktor Benny Tanihattu USD 2.500 atau Rp.34.950.000, Direktur CV Waru Mujiono Andreas Rp.50.000.000.

Kemudian dari pemilik Toko Buku NN Sieto Nini Bachry Rp.50.000.000, dari Tan Pabula Rp.85.000.000, dan Direktur CV Glen Primanugrah Thomas Souissa Rp70.000.000.

Berikutnya, Direktur CV Angin Timur Anthoni Liando Rp740.000. 000, Komisaris PT Gebe Industri Nikel Maria Chandra Pical Rp250. 000.000, Kontraktor Yusac Harianto Lenggono Rp.50.000.000, Direktur Talenta Pratama Mandiri Petrus Fatlolon Rp100.000.000 dan pemilik AFIF Mandiri Rakib Soamole sebesar Rp165.000.000.

RL juga menerima uang dari Apotek Agape Mardika Rp.20.000. 000, Direktur PT Karya Lease Abadi Fahri Anwar Solikhin sebesar Rp.4.900.000.000, Yanes Thenny Rp.50.000.000 dan Novry E Warella sebesar Rp.435.600.000.

Selain penerimaan langsung terdakwa juga menerima uang sebesar Rp3.037.000.000 melalui terdakwa Andrew Erin Hehanussa dengan rincian dari ASN sebesar Rp1.466. 250.000 dan rekanan sebesar Rp1. 216.250.000.

Terdakwa juga menerima dari Karen Dias Rp811.460.000, kemudian melalui Hervianto Rp75.000.000 dan Imanuel Arnold Noya Rp150.000. 000.

Selain gratifikasi, RL juga dijerat kasus penerimaan hadiah dari PT Midi Utama Indonesia terkait izin prinsip pembangunan sejumlah gerai di Kota Ambon. Dalam kasus ini, RL diketahui menerima uang fee sebesar Rp500.000.000.

JPU menjelaskan pada tahun 2019 PT Midi Utama Indonesia  bermak­sud untuk mengembangkan usaha retail dengan membangun gerai  atau toko alfamidi di kota Ambon, dimana dalam proses pembangu­nannya diperluka beberapa per­ijinan diantarannya ijin prinsip dari terdakwa RL selaku Walikota Ambon.

Selanjutnya Solihin selaku kuasa direksi PT MUI atas masukan Agus Toto Ganefgian selaku GM license PT MUI menunjuk terdakwa Amri untuk melakukan pengurusan perijinan dengan alasan terdakwa Amri sudah berpengalaman.

Saat itu terdakwa mengajukan biaya untuk perngurusan ijin setiap titik atau lokasi sebesar Rp.125.000. 000 yang sumber dananya berasal dari PT MUI.

JPU menyebutkan, pada Juli 2019 terdakwa Amri dan License Manager PT MUI cabang Ambon Nandang Wibowo melakukan pertemuan dengan terdakwa RL dan Terdakwa Andrew Erin di Kantor Walikota Ambon, terkait pembukaan gerai toko yang kemudian di setujui RL yang meminta terdakwa Andrew untuk mempercepat proses pener­bitan izin.

Selanjutnya terdakwa Andrew meminta terdakwa Amri dan Nan­dang Wibowo terkait kelancaran administrasi.

Berikutnya, pada tanggal 23 Juli 2019, PT MUI mengajukan permo­honan izin prinsip pendirian 27 gerai, dan pada hari yang sama juga RL menerbitkan surat perihal per­setujuan prinsip pembangunan gerai Alfamidi, tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Parahnya lagi pada bulan September, pihak PT MUI kembali menemui RL untuk maminta tambahan gerai. Lagi-lagi RL  menerbitkan perse­tujuan prinsip pembagunan tanpa ada kajian dari dinas terkait.

Setelah izin prinsip terbit, ter­dakwa Amri memberikan uang secara bertahap berjumlah Rp500.000.000 kepada terdakwa RL melalui ter­dakwa Andrew Erin. (S-05)