Pada awal tahun 2020 tidak ada seorangpun di dunia ini akan menduga terjadi sebuah peristiwa dahsyat yang akan menimpa hampir seantero penduduk di muka bumi. Peristiwa itu adalah pandemik berjangkitnya sebuah virus bernama Corona, sebuah nama yang indah, manis didengar, tetapi cukup menakutkan karena telah merenggut nyawa puluhan juta orang di dunia. Bahkan begitu banyak orang yang bertanya tanya, mengapa virus bernama cukup indah ini dapat menyebabkan puluhan juta manusia meninggal, serta dalam sekejap mengubah ritme kehidupan manusia yang aman, nyaman dan sentosa.

Penularan virus ini menyerang pada sistem perna­fasan, ketika terdapat penyakit bawaan pada sese­orang, maka akan lebih parah kondisinya. Berjangkitnya virus ini begitu cepat menyebar di seluruh dunia, sama sekali tidak terduga. Virus yang sangat kecil, tak bersa­yap, tidak mempunyai kaki dan tangan tetapi dapat me­nyerang begitu banyak manusia dan menyebar dengan sangat luar biasa. Bahkan WHO menyebut pandemik Covid l9 sebagai wabah terbesar yang pernah terjadi di abad 2l. Benar benar luar biasa pandemik covid menimpa manusia di jagad ini. Sehingga penanganan terhadap pandemik ini sangat membutuhkan perhatian khusus.

Dalam penanganan terhadap penyakit Covid l9 setiap negara menerapkan standart sistem kesehatan yang berbeda beda. Semakin maju dan mapan suatu negara nampak semakin tertata rapi, cepat dan sigap pena­nganannya. Di Indonesia penataannya nampak tergesa gesa, sedikit serabutan, dan cukup sulit karena mengi-ngat wilayah negara Indonesia yang terdiri dari daerah perairan lebih luas  daripada daratan, dan sebagai nega­ra kepulauan yang sangat besar. Tetapi pada akhirnya, untuk mengantisipasi penyebaran virus covid l9, pemerintah sudah melaksanakan vaksinasi secara luas dan merata. Kita patut mensyukurinya.

Berjangkitnya virus l9 ini sangat mengguncang dunia kesehatan, tetapi dunia pendidikan juga sangat me­rasakan dampaknya. Termasuk bidang perekonomian yang sangat “terpukul” langsung dan berat. Karena tidak boleh ada pertemuan, kerumunan, yang menda­tang­kan banyak orang untuk menghadiri pameran, urusan bisnis, konser, bazar, dsb. Semua hal ini akan semakin mempercepat dan memperluas korban dari berjangkitnya virus ini. Dunia pendidikan langsung “banting setir’ (berpindah haluan) dengan sistem pembelajaran secara on line lewat media hand phone android. Karena para murid khususnya siswa usia balita sampai bangku SD sangat rentan stamina kesehatan mereka untuk lebih mudah tertular oleh virus corona. Akhirnya sampai batas usia siswa SMP lah yang mendapat vaksinasi.

Pembelajaran secara on line mau tidak mau haruslah diterapkan sebagai media pembelajaran selama masa pandemik terjadi. Karena sangatlah tidak mung- kin para siswa terutama usia balita sampai bangku SMP diijinkan datang berkumpul, bersosialisasi di sekolah, di kelas, maupun di luar kelas. Itu berarti membiarkan terjadinya kerumuman orang banyak. Pada akhirnya, tentu saja terjadi peningkatan secara drastis jumlah korban penularan virus covid l9. Pembelajaran ini mempunyai sisi negatif dan positif. Kita membahas sisi positif terlebih dahulu. Sisi positifnya adalah:

Baca Juga: Bahasa Indonesia Serap 188 Kosakata Bahasa Daerah dari Maluku
  1. Tidak mengeluarkan biaya transportasi dan waktu perjalanan ke sekolah. Artinya ongkos transportasi nihil. Hal ini tentunya sangat berdampak bagi keuangan tiap tiap rumah tangga, khususnya keluarga ekonomi menengah ke bawah.
  2. Meniadakan kesibukan orang tua terkhusus para ibu untuk mengantar dan menjemput putra putrinya. Termasuk para ibu tidak perlu menunggu mereka selama pembelajaran berlangsung, terutama untuk para siswa TK dan siswa SD kelas l-2.
  3. Mengurangi arus lalu lintas, berarti solusi praktis bagi kemacetan. Terutama di pagi hari dan jam jam kesibukan perkantoran/masuk jam kerja.
  4. Memperkecil volume polusi udara terutama di jalan raya. Karena penggunaan sarana transportasi berku­rang dari becak, sepeda, motor bahkan sampai mobil.
  5. Para guru lebih matang mempersiapkan materi pengajaran, karena materi harus dikirim satu sampai beberapa hari sebelum pembelajaran mata pelajaran berlangsung. Maka waktu mempersiapkannya lebih terjadwal dengan baik.
  6. Para guru lebih kreatif mempresentasikan bahan pengajaran, karena materi pela- jaran harus disajikan dengan lebih ringkas, mudah, menarik, simple untuk diserap dan dipelajari oleh peserta didik. Sehingga kreativitas para guru lebih berkembang dalam hal ini,
  7. Proses pembelajaran secara on line banyak memandirikan para siswa di dalam mengerjakan tugas, PR serta mempersiapkan ujian mid dan akhir semester.
  8. Para siswa dituntut untuk menguasai teknologi pembelajaran dengan baik dalam mengerjakan semua tugas, ulangan, ujian dari para guru. Demikian juga dengan pengembangan kreativitas para siswa di dalam mengerjakan tugas individu maupun tugas dalam kelompok kecil.
  9. Efektivitas waktu istirahat para siswa lebih banyak dan teratur karena mereka tidak perlu melewati waktu yang lama terbuang dalam perjalanan pulang dan pergi ke sekolah. Termasuk bisa bangun lebih lambat karena pem­belajaran dimulai pukul 08.00 wit.

l0. Kondisi di no 9 sangat meringankan tugas para orang tua untuk tidak mengantar anak anak mereka kesekolah ketika musim hujan terjadi. Karena pem­belajaran dapat dilakukan dari rumah secara online.

  1. Kesehatan dan stamina fisik para siswa dalam kondisi yang lebih baik, karena mereka tidak menghabiskan banyak energi untuk beraktivitas di sekolah, tetapi hanya cukup di sekitar rumah.

l2. Sebenarnya penyebaran virus Covid l9 terjadi cukup cepat dan berat di pulau Jawa, sedangkan di luar pulau Jawa (seperti Sumatra, Kalimantan Sulawesi, Maluku, dan Papua), berjangkit dan penyebarannya tidak separah di Jawa. Apalagi di daerah Propinsi Kepulauan Maluku, dari daerah daerah terpencil tidak ada laporan jumlah korban yang signifikan.

Sisi negatif penjabarannya adalah :

  1. Pembelajaran dan pengajaran berproses tidak secara optimal. Karena tidak bertatap muka secara langsung. Ba­nyak sisi sisi proses pembelajaran dan pengajaran yang terhilang selama proses pembelajaran secara on line.
  2. Pembelajaran secara online sering terganggu karena jaringan/ signal buruk. Hal ini diperparah ketika cuaca buruk melanda/turun hujan yang lebat terutama di daerah daerah yang cukup sulit menerima jaringan.
  3. Suasana pembelajaran kurang serius karena nampak banyak siswa yang mengnonaktifkan kamera, me­ngikuti proses pembelajaran sam­bil posisi tiduran/bermalas mala­san. Suasana pembelajaran sangat berbe­da ketika terjadi di dalam kelas, yang cenderung lebih dinamis dan aktif.
  4. Hasil proses pembelajaran juga menunjukkan hasil yang tidak maksimal / semakin menurun. Hal ini dapat dianalisa dari hasil rapot atau tes langsung penguasaan materi pelajaran.
  5. Penggunaan waktu proses pem­belajaran tidak digunakan secara optimal. Seringkali ditemukan di lapa­ngan, waktu belajar mengajar su­dah selesai 30 menit lebih awal dari penetapan waktu yang sebe­narnya.
  6. Interaksi para siswa dengan siswa, para siswa dengan para guru terasa “hambar” dan maya. Inte­raksi terjadi hanya sekedarnya saja sesuai dengan jam pembelajaran. Sulit bergaul di luar jam pembelajaran.
  7. Meningkatnya kebutuhan pem­belian pulsa data dan pemenuhan pembiayaan yang lainnya, seperti harus mencetak tugas dan PR dari printer, dll.
  8. Pemantauan kemampuan para siswa yang tidak maksimal dari segi kemampuan kognitif, terutama pe­nguasaan materi dari setiap mata pelajaran.
  9. Berkurangnya kontrol dari para orang tua terutama dalam perkem­bangan masa belajar anak anak mereka. Karena kebanyakan para orang tua mempercayakan sepe­nuh­nya kepada guru dan anak itu sendiri tentang penyelesaian semua tugas dan PR.

l0. Evaluasi pembelajaran / ujian tidak dapat menjadi tolok ukur ke­berhasilan proses belajar mengajar. Tes dan ujian tidak dapat menge­luarkan hasil proses belajar mengajar / feed back yang murni, karena ketika ujian berlangsung para siswa dapat mencari jawaban dari google, atau para orang tua membantu mencari­kan jawaban yang benar dari aplikasi di dalam handphone.

  1. Para guru harus bekerja lebih esktra/berat di dalam merampung­kan semua pemeriksaan tugas dan ulangan dan persiapan pengajaran. Termasuk Kepala Sekolah bekerja lebih banyak di dalam mengkoor­dinasi semua hal hal yang terkait.

l2. Para siswa merasakan suatu pro­ses pembelajaran yang semu / maya, hal ini sangat berpengaruh dengan semangat belajar di dalam mengikuti proses belajar mengajar secara on line. Rasa bosan, malas, pasif dan enggan untuk belajar dan menyimak secara serius sangat tera­sa oleh semua siswa. Pergaulan seca­ra maya tidak seheboh dan seramai bersosialisasi / bergaul yang sebe­narnya di dalam kelas.

l3. Untuk mata pelajaran praktek seperti olah raga, prakarya, para siswa merasa tidak belajar praktek secara maksimal. Mereka tidak mengerti bagaimana menerapkan praktek dengan teori yang sudah dipahami.

l4. Para siswa akan mengalami dam­pak gangguan kesehatan teruta­ma di mata, bahu dan pergelangan tangan. Karena terlalu banyak me­nggunakan handphone sebagai media pembelajaran, ditambah lagi harus mengerjakan tugas dan PR memakai handphone.

Pembelajaran secara on line lang­sung ditetapkan sebagai solusi prak­tis bagi permasalahan pendidikan yang notabene tidak mengijinkan terjadinya kerumunan banyak orang, pergaulan dan interaksi secara lang­sung di sekolah, di luar dan dalam kelas. Hal ini diterapkan sebagai bentuk ketaatan terhadap peraturan dan ketentuan pemerintah di bidang pendidikan. Karena sangatlah ren­tan dan beresiko tinggi jika para sis­wa dibiarkan datang dan berkumpul di sekolah terutama bagi para siswa yang masih berusia di bawah l0 ta­hun dan belum menerima vaksinasi.

Pembelajaran secara on line diberlakukan sejak pertengahan semester genap tahun ajaran 2020-202l. Pada tahun ajaran itu hampir semua sekolah dari SD-SMA tidak menyelenggarakan ujian sekolah bagi kelulusan para siswa SD-SMA.

Apakah dapat dibenarkan suatu kelulusan dapat terjadi jika para peserta didik tidak mengikuti ujian se­kolah sama sekali ? Apakah ba­nyak faktor dapat mengijinkan kelu­lusan bahkan sampai l00% demi  pres­tige suatu sekolah atau pertim­ba­ngan kondisi siswa, latar bela­kang orang tua, dsb ? Akhirnya, fakta inilah yang terjadi dimana mana baik pada sekolah swasta maupun negri.

Pengumuman kelulusan yang di tunggu akhirnya dipasang dan terbaca, dan dinyatakan l00% para siswa lulus. Entah darimana para guru dapat “menyulap” angka angka yang bertebaran sangat indah untuk dilihat yaitu angka 7,8 dan 9 berderet di rapot dan ijazah kelulusan. Pa­dahal kemampuan para siswa dapat dikatakan jauh dari deretan angkat tersebut. Sebagian siswa yang nilai­nya cukup baik ditambahkan, su­paya teman teman sekelasnya yang jauh lebih rendah nilainya dapat “didongkrak” untuk dinyatakan naik kelas dan lulus. Fakta menun­jukkan, hal ini sudah seperti biasa dilakukan demi alasan kemanusiaan dan masa depan para siswa yang kurang belajar.

Inilah realita dunia pendidikan kita yang terjadi selama masa pandemik covid l9 baik di Maluku, Jawa bahkan di seluruh Indonesia. Hal ini akan menjadi suatu bentuk kepriha­tinan kita semua terutama para pendidik yaitu para guru dan kepala sekolah termasuk para pengurus Yayasan yang menaungi berdirinya suatu sekolah atau Universitas. Tra­gisnya kebanyakan dari kita sebagai pendidik sering “menutup mata” seolah oah tahu dan sadar tetapi pura pura tidak tahu atau bahkan “cuci tangan”. Toh, keadaan seperti itu sudah lama ada bahkan jauh berpuluh tahun sebelum pandemik covid l9 terjadi.

Dunia pendidikan sudah terimbas dengan pola sekulerisme, sistem kerja ABS (alias Asal Bapak Senang/ atasan bangga). Yang penting nama dan prestige sekolah tidak terco­reng, Bapak/Ibu Kepala Sekolah merasa senang, kita para guru dalam posisi “aman” = tidak ditegur/ber­masalah. Maka damai dan sento­salah kita semua. Dalam artian kita tidak mendapat sangsi akademik sehubungan dengan profesi dan jabatan kita sebagai pegawai negri maupun swasta. Kondisi kenyama-nan inilah yang dijadikan dasar bagi langkah besar bagi “kebaikan” kita semua. Kebaikan bagi kita semua tetapi apakah merupakan hal baik bagi anak didik kita sebagai penerus bangsa ini?

Dunia pendidikan sudah banyak mengalami kemerosotan pada stan­dart mutu pembelajaran dan peng­ajaran di bidang akademik, pemben­tukan karakter, pengurusan admini­strasi pendidikan, dan semua hal yang terkait secara langsung dan tidak langsung dengan dunia pen­didikan. Memang tidak dapat dipu­ng­kiri, masih ada sebagian kecil para siswa dan mahasiswa yang membawa nama harum bangsa pada berbagai lomba bergengsi tingkat nasional maupun internasional.

Tetapi fakta realita keprihatinan ini tetap membayangi kita semua. Mau di bawa ke mana arah mutu pendi­dikan ini ? Apakah persentase kecil para anak didik kita yang berprestasi dapat menutupi fakta miris tentang kemerosotan mutu pendidikan secara umum ?? Ataukah keprihati­nan atas kemunduran ini kita biar­kan dengan berjalannya waktu.

Kita mengacuhkan dengan me­nyalahkan pihak pemerintah ter­khusus para pejabat di bidang  pen­didikan.  Kita berdiskusi kosong ten­tang dampak perubahan kuri­kulum ke kurikulum yang semakin membenahi atau hanya menjadi suatu tambahan proyek dari ber­gantinya pimpinan pusat di Kementrian Pendidikan. ?? Sulit menjawabnya !!!

Kapankah kita menyingsingkan tangan dan lengan baju untuk bekerja keras membenahi semua segi dan sendi dunia pendidikan kita dari bangku TK sampai Perguruan Tinggi ?? Mari pertanyaan kritis ini,  yang mengena pada pikiran kita dapat direnungkan dengan hati nurani kita masing masing !!!. Kapan lagi kita bekerja keras untuk membenahinya, kalau tidak dimulai dari sekarang !!! Jangan bertanya dan menunggu jawaban dari rumput yang bergoyang.

Mari Kita bangkit dan mem­benahi bersama sama !!!

Inilah serangkaian kata bijak yang dapat kita renungkan:

“Memang pendidikan tidak menjamin kebaikah hidup….tetapi pendidikan yang rendah adalah tanda pada semua kehidupan yang lemah. Untuk itu bertindaklah dalam semangat yang tinggi diatas semua kelemahan diri….yang penting, bukan bagaimana caramu hidup.” Tetapi hidup siapa yang kamu ubah dengan hidupmu……dan teruslah mengubah orang biasa untuk menjadi pemenang!!! Oleh: Debora Harsono Loppies S.Pd. M.Pd. Dosen FAKES—UKIM. (Alumni Univ. Negri Malang dan Univ. Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogya).