Ambon - Sarafudin Kelian, eks staf Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten SBT diganjar 4,6 tahun penjara atas kasus korupsi dengan modus PNS fiktif dalam sidang di Pengadilan Tipikor Ambon, Kamis (18/8).
Majelis hakim yang diketuai Abdul Halim Amran, didampingi Samsidar Nawawi dan Herri Liliantono selaku anggota juga menghukum Sarafudin Kelian membayar denda Rp 200 juta subsider tiga bulan, dan membayar uang pengganti Rp 771.402.000.
Sarafudin Kelian yang saat ini menjadi pegawai Dinas Koperasi SBT terlihat tenang mendengar pembacaan putusan. Sesekali ia menundukan kepalanya.
Vonis majelis hakim terhadap Sarafudin Kelian lebih tinggi dari tuntutan JPU yang menuntutnya 3,6 tahun penjara, denda Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 771.402.000 subsider satu tahun penjara.
Penasehat Hukumnya, Thomas Wattimury bersama JPU, YE Oceng Almahdaly menyatakan pikir-pikir atas vonis majelis hakim itu.
Sebelumnya JPU dalam dakwaannya mengungkapkan, di tahun 2011 terdakwa Sarafudin Kelian diangkat sebagai staf pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan asset Daerah (PPKAD) Kabupaten SBT. Kemudian ia ditunjuk secara lisan oleh Kadis PPKAD sebagai operator komputer pembuat daftar gaji PNS atau petugas pengelolaan administrasi belanja pegawai dalam wilayah Kabupaten SBT.
Kemudian di tahun 2013, terdakwa memasukan beberapa nama dan data PNS yang sudah pensiun, meninggal dunia maupun yang tidak terdaftar sebagai PNS di Pemkab SBT dalam daftar gaji PNS masing-masing di UPTD Kecamatan Siwalalat, UPTD Kecamatan Bula, UPTD Kecamatan Seram Timur.
Selanjutkan, terdakwa menghubungi bendahara ketiga UPTD kecamatan tersebut untuk mengambil gaji-gaji PNS yang namanya difiktifkan itu, dan diserahkan kepada terdakwa.
Perbuatan terdakwa ini dilakukan selama kurang lebih tiga tahun sejak 2013 hingga tahun 2015 dengan total anggarannya Rp 961.402.500 masing-masing tahun 2013 Rp 84.915.800; tahun 2014 Rp 734.705.500 dan tahun 2015 Rp 141.781.200.
Dari gaji PNS yang diambil terdakwa itu digunakan untuk membangun rumah kos, untuk belanja, jalan-jalan ke Jakarta, Bali dan untuk berfoya-foya.
“Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri maupun koorporasi akibatnya negara dirugikan sebesar Rp 961.402.500, “ ujar YE Oceng Almahdaly.. (S-16)