RAKYAT di mana-mana, di bawah kolong langit ini, menuntut kebebasan dari kemiskinan dan kebebasan dari rasa takut, baik yang karena ancaman di dalam negeri maupun yang karena ancaman dari luar negeri. Rakyat di mana-mana, di bawah kolong langit ini, menuntut kebebasan untuk me­ngeluarkan pendapat, yaitu menuntut hak-hak yang lazimnya dinamakan demokrasi.” Presiden Soekarno melantangkan kutipan di atas dalam pidatonya saat memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1959. Hal-hal yang disampaikan Soekarno pada 1959 itu terasa sangat relevan di saat kita memperingati 76 tahun Kemerdekaan Indonesia kini. Jika ditilik dengan norma hak asasi manusia (HAM), tidak lain dan tidak bukan, Soekarno sangat menyadari bahwa dalam alam kemerdekaan, hak-hak asasi manusia merupakan tuntutan rakyat yang sangat mendasar. Negara Indonesia nan merdeka harus bisa mewujudkannya. Memperingati Hari Kemerdekaan ke-76 tahun sekarang ini ada baiknya kemerdekaan ini direnungkan substansinya secara mendalam. Perenungan itu juga diperlukan karena reformasi juga telah berjalan 20 tahun lebih.

Fondasi dari kemerdekaan Indonesia itu ialah Pancasila sebagai dasar negara. Ia telah berfungsi sebagai perekat kebangsaan Indonesia. Meskipun telah menghadapi berbagai gelombang tantangan, bangsa ini tetap masih mampu berdiri tegak dengan fondasi Pancasila. Pancasila menjadi rujukan bersama untuk menapaki jalan keluar ketika konflik melanda. Meskipun demikian, kini dalam kehidupan sehari-hari warga bangsa dari Merauke sampai Sabang, dari Rote sampai Miangas, masih merasakan adanya ketidakadilan, kemiskin­an, dan direndahkan harkat dan martabatnya. Beragam peristiwa ketidakadilan dan perendahan harkat serta martabat masih dirasakan warga bangsa. Sekarang populer disebut sebagai pelanggaran HAM. Tentu tantangan kita ke depan ialah bagaimana aparatur negara benar-benar bisa menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia berdasarkan nilai yang dikandung Pancasila. Begitu juga sesama anggota masyarakat bisa menghargai dan memperlakukan sesama warga bangsa sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Jika diselami lebih mendalam jalan pikiran dan perasaan para penggagas Pancasila, seperti Soekarno, Hatta, serta Syahrir dkk, terasa bahwa hakikat dari nilai-nilai Pancasila ialah melindungi dan menghormati harkat dan martabat manusia Indonesia.

Indonesia Menggugat Cita-cita menjadi manusia merdeka yang lepas dari penjajahan ialah kehendak untuk menjadi manusia yang bermartabat. Manusia jajahan merupakan manusia yang hak asasinya tercabut karena diperlakukan secara semena-mena, diingkari martabatnya, dinistakan harkatnya, dijadikan manusia kelas tiga, dan diinjak-injak harga dirinya. Atas itu semua, pidato Indonesia Menggugat dari Soekarno di Pengadil­an Bandung 1929 bisa dimaknai sebagai curahan perasaan dan pikiran Soekarno untuk menggugat seluruh perlakuan yang merendahkan hak asasi manusia Indonesia di hadapan penguasa kolonial penjajah. Manusia merdeka yang terlepas dari penjajahan ialah manusia yang hak-hak ­asasi terlindungi dan dihormati, baik oleh penyelenggara negara maupun sesama warga negara. Hal seperti itu tidak ada dalam alam jajahan Belanda ataupun di masa pendudukan Jepang.

Dengan semangat HAM itulah Pembukaan UUD 1945 yang merupakan inti sari Pancasila dan UUD 1945 bisa dimaknai secara lebih mendalam. Pernyataan ‘kemerdekaan adalah hak segala bangsa’ menegaskan kemerdekaan merupakan HAM. Kalimat ‘membentuk pemerintahan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang didasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial’ jelas-jelas merupakan hakikat dari perlindungan dan penghormatan pada HAM.

Perjuangan reformasi sesungguhnya juga diilhami akan cita-cita penghargaan pada HAM sebab sepanjang rezim militer Orde Baru, sungguh terasa bahwa hak asa­si manusia yang menjadi hakikat dari Pancasila terkesam­pingkan. Setelah reformasi, perlin­dungan dan penghormat­an pada HAM ditegaskan dalam konstitusi RI, yaitu pada Pasal 28 ayat a sampai j. Selain itu, juga telah ada UU tentang Hak Asasi Mnausia, No 39/1999. Melalui UU No 39/1999 ini, dibentuk Komnas HAM sebagai lembaga yang mengawasi jalannya implementasi HAM di Indonesia. UU tentang Pengadilan HAM No 26/2000 yang memeriksa jika terjadi pelanggaran HAM yang berat. Selain itu, pada 2005, Indonesia meratifikasi konvensi PBB tentang perlindungan Hak-Hak Sipil dan Politik serta Kovensi PBB tentang hak-hak sosial, ekonomi, dan budaya menjadi UU No 11 dan UU No 12. Kedua UU tersebut menegaskan Indonesia dalam hukum positifnya telah melindungi dan menghormati semua hak-hak yang ada dalam kovensi itu sebagaimana negara-negara beradab lainnya melindungi dan menghormati hak-hak tersebut. Selain itu, dalam beberapa UU yang lain juga banyak yang sejalan dengan nilai-nilai HAM.

Baca Juga: Urgensi Perlindungan Data Pribadi

Pada 2008, Indonesia melangkah lebih maju dengan mengesahkan UU No 40/2008 tentang Penghapus­an Diskriminasi Ras dan Etnis. UU ini menegaskan perbuatan diskriminatif berdasarkan ras dan etnis bukan saja melanggar HAM, melainkan juga perbuatan pidana yang bisa dihukum. Tentu UU sungguh mencerminkan nilai-nilai sila Pancasila, terutama kemanusian yang adil dan beradab dan sila persatuan Indonesia. Bahkan, Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia dibentuk bertujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM sesuai dengan Pancasila UUD 1945, Piagam PBB dan DUHAM. Hal itu menunjukkan bahwa menegakkan dan melindungi HAM sama dengan menjalankan Pancasila. Melihat perjuangan bangsa Indonesia untuk merdeka dengan berdasarkan Pancasila dan menyimak perubahan politik dan hukum setelah reformasi tidak bisa dimungkiri lagi bahwa HAM adalah substansi dari Pancasila. Implementasi Pancasila oleh pemerintah dalam kehidupan sehari-hari akan tampak dari kemampuan pemerintah mencegah aparatur pemerintah melakukan pelanggaran atau kemampuan memulihkan hak-hak asasi rakyat setelah haknya terlanggar.

Dengan kata lain, setiap dugaan pelanggaran HAM harus bisa diselesaikan negara secara fair dan transparan karena itu sejalan dengan mengimplementasikan semangat kemerdekaan dan Pancasila. Tanpa komitmen akan kemajuan dalam menghormati, memenuhi, serta melindungi HAM, perayaan Peringatan Kemerdekaan ke-76 RI ini akan terasa hambar.( Amiruddin al-Rahab, Wakil Ketua Komnas HAM RI, Dosen FH Universitas Ubhara Jaya)